skip to Main Content

Penggunaan Fly Ash Dan Bottom Ash (Faba) Pada Industri Semen

Oleh: Ashady Hanafie

Secara umum pengertian fly ash dan bottom ash (FABA) adalah partikel halus (berupa abu) sisa hasil pembakaran batubara, abu yang naik dan terbang disebut fly ash sedangkan yang tidak naik disebut bottom ash. Sumber utama FABA berasal dari proses pembakaran batubara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan proses pembakaran batubara pada boiler dan/atau tungku pada industri.

FABA adalah limbah karena merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi pada industri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun, FABA dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) kategori 2, padahal pada negara lain seperti Amerika Serikat, Australia, Canada, Uni Eropa, Rusia dan Jepang FABA hanya dikategorikan sebagai limbah tetapi bukan limbah B3.

Saat ini jumlah FABA di Indonesia terus bertambah seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan industri manufaktur serta meningkatnya kebutuhan listrik yang dipasok PLTU. FABA yang dihasilkan dari PLTU saja pada tahun 2021 diperkirakan mencapai 12 juta ton dan pada tahun 2027 diproyeksikan menjadi sebesar 16,2 juta ton. Hal ini menimbulkan permasalahan karena FABA yang dimanfaatkan kembali jumlahnya sangat sedikit sehingga sisanya harus disimpan dan/atau ditimbun (landfill).

Industri semen merupakan industri yang bisa menjadi penghasil sekaligus pengguna FABA. Industri semen yang memiliki pembangkit listrik tenaga uap menggunakan batu bara sebagai bahan bakar sehingga industri semen termasuk industri yang menghasilkan FABA sebagai limbah. Industri semen juga dapat memanfaatkan FABA sebagai bahan tambahan. Berdasarkan SNI 7064:2014 Semen Portland Komposit diperbolehkan menggunakan FABA maksimal 35% dalam pembuatan semen portland komposit (portland composite cement). Semen Portland Komposit merupakan jenis semen yang lebih ramah lingkungan karena menggunakan klinker yang lebih sedikit serta menggunakan limbah berupa FABA yang bersumber dari pembangkit listrik sendiri maupun membeli dari sumber di luar pabrik. Untuk pembelian FABA dari sumber luar saat ini industri semen terkendala dengan Peraturan Menteri Lingkungan HK Nomor P.18/MenLHK/Setjen/Kum.1/8/2020 tahun 2020 tentang Pemanfaatan Limbah B3. Berdasarkan peraturan tersebut industri semen hanya bisa menerima limbah B3 yang komposisi setiap jenisnya (single waste) sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan Peraturan Menteri sebelum masuk pabrik dan tidak diperbolehkan melakukan pencampuran beberapa jenis limbah di dalam proses produksi dengan tujuan agar komposisinya memenuhi kriteria teknis yang ditetapkan Peraturan Menteri. Hal ini menyebabkan sulit mendapatkan FABA dengan kriteria yang sesuai sehingga pemanfaatan FABA dari sumber luar menjadi tidak maksimal.

Produksi semen portland komposit pada tahun 2020 ± 34 juta ton, apabila dihitung secara maksimal maka dibutuhkan FABA sebanyak 11,9 juta ton sehingga potensi pengurangan FABA oleh industri semen cukup besar. Penggunaan semen portland komposit akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran penggunaan semen semen ramah lingkungan oleh masyarakat umum maupun bidang konstruksi sehingga pada industri semen FABA yang dihasilkan akan berkurang dan pemanfaatan FABA akan meningkat. Walaupun dalam proses produksi semen portland komposit menggunakan FABA, namun produk akhirnya tidak termasuk pada kategori barang B3. Saat ini Kementerian Perindustrian bersama Asosiasi Semen Indonesia (ASI) yang mewakili industri semen nasional terus mengkampanyekan penggunaan semen ramah lingkungan dan berharap jenis semen yang tidak ramah lingkungan seperti ordinary portland cement akan terus berkurang hingga akhirnya tidak perlu lagi diproduksi di dalam negeri.

Selain berdampak positif pada lingkungan, penggunaan FABA pada industri semen juga memberikan keuntungan secara finansial karena FABA yang dihasilkan sendiri bisa didapatkan tanpa biaya dan harga FABA dari sumber luar masih cukup murah sehingga setelah diproses menjadi semen portland komposit akan memberikan nilai tambah yang cukup tinggi dan meningkatkan daya saing industri semen.

Tantangan bagi industri semen dalam pemanfaatan FABA secara teknis adalah kualitas (spesifikasi) dan volume sedangkan tantangan non teknis adalah lokasi dan perizinan. Kualitas FABA yang dihasilkan sendiri maupun yang bersumber dari luar pabrik variatif dan fluktuatif, sehingga menyulitkan dalam proses pemanfaatannya karena harus selalu melakukan penyesuaian dalam proses produksi begitu pula dengan volume FABA yang dibutuhkan tidak selalu sama karena menyesuaikan dengan permintaan pasar. Lokasi sumber FABA terkadang berada di lokasi terpencil, sehingga biaya pengelolaan termasuk transportasi menjadi mahal dan tidak ekonomis. Perizinan terkait FABA juga cukup banyak dan tidak mudah. Penyimpanan, pengelolaan, pamanfaatan dan transportasi FABA memerlukan perizinan tersendiri sehingga untuk mendapatkan FABA sebagai bahan riset mengalami kendala. Dengan banyaknya perizinan, maka pemanfaatan FABA oleh industri tidak dapat dimaksimalkan karena FABA sebenarnya tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh industri semen tetapi juga oleh industri barang dari semen seperti batako, genteng, paving block, dan lain sebagainya.

Dengan adanya permasalahan terkait jumlah FABA yang semakin banyak dan tidak termanfaatkan serta besarnya potensi pemanfaatan FABA yang dapat didukung oleh riset maka alangkah baiknya kita tidak mengkategorikan FABA di Indonesia sebagai limbah B3 tetapi sebagai sumberdaya yang memiliki nilai tambah cukup tinggi sehingga dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak. Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan kelonggaran karena pada lampiran XIV FABA termasuk pada Limbah Non B3 Terdaftar dengan pengecualian pada teknologi stocker boiler dan/atau tungku industri.

Back To Top