skip to Main Content

Kinerja Industri Keramik Semakin Berkilau

Kementerian Perindustrian terus memacu produktivitas dan daya saing industri keramik di tanah air. Sebab, sektor ini mempunyai potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan di dalam negeri seiring dengan ketersediaan sumber daya alam yang dijadikan bahan baku, tersebar di sejumlah daerah.

Industri keramik merupakan industri prioritas untuk dikembangkan. Industri keramik di Indonesia telah berkembang dengan baik selama lebih dari 30 tahun dan merupakan salah satu industri unggulan dengan dukungan ketersediaan deposit tambang sebagai bahan baku keramik yang cukup besar di berbagai daerah seperti ball clay, feldspar, dan zircon maupun gas sebagai sumber energi untuk proses produksi.

Selain itu, sektor industri keramik merupakan kunci penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat maupun pelaku usaha untuk membangun gedung dan perumahan. Tanpa adanya keramik nilai estetika sebuah bangunan akan berkurang untuk ditinggali atau ditempati, sehingga industri keramik menjadi komoditas utama nasional karena dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor.

Prospek industri keramik nasional dalam jangka panjang diproyeksi cukup baik seiring pertumbuhan pasar dalam negeri yang terus meningkat, terutama untuk jenis ubin keramik (tile) karena didukung oleh pertumbuhan pembangunan baik properti maupun perumahan.

Bahkan, perkembangan produksi keramik di Indonesia telah memberikan hasil yang baik jika dilihat dari sisi kapasitas, perolehan devisa, maupun penyerapan tenaga kerja, sehingga produk keramik dapat dijadikan sebagai produk andalan dalam menggerakkan roda perekonomian nasional.

Industri keramik nasional telah mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan masih berpeluang untuk dikembangkan mengingat konsumsi keramik per kapita yang lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Pada tahun 2020, terdapat 37 perusahaan industri ubin keramik yang tersebar di Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan dengan kapasitas produksi terpasang 538 juta m2 (8,63 juta ton) per tahun yang menyerap tenaga kerja sebanyak 150 ribu orang.

Selama beberapa tahun terakhir, industri ubin keramik nasional dihadapkan pada permasalahan daya saing, baik pada pasar internasional maupun pasar domestik. Pada tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat ke-4 besar produsen keramik dunia. Namun pada tahun 2019, peringkat Indonesia turun hingga urutan ke-8. Utilisasi produksi terus menurun selama beberapa tahun terakhir sehingga pada tahun 2019 hanya mencapai 65%, sedangkan utilitasi pada tahun 2014 mencapai 90%.

Tahun 2020, dengan terjadinya pandemi Covid-19, juga menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi dan industri termasuk sektor industri keramik. Dengan adanya insentif harga gas tertentu yang diperoleh industri keramik, dinilai dapat membangkitkan kembali kinerja industri keramik.

Sepanjang tahun 2020, utilisasi industri keramik secara akumulatif mencapai 56%. Walaupun utilisasi sempat turun menjadi 30% pada kuartal II akibat pandemi Covid-19, namun mampu beranjak naik hingga mencapai 60% di kuartal III, dan dapat kembali mencapai kondisi normal 70% di kuartal IV 2020. Selain itu, dampak penurunan harga gas untuk industri keramik, membuat volume ekspor berhasil meningkat 29% di kuartal III-2020 dibandingkan pada periode yang sama tahun 2019.

Sejumlah kebijakan strategis yang telah dijalankan pemerintah dalam rangka mendongkrak daya saing industri keramik nasional terhadap ancaman produk impor, antara lain adalah penerapan safeguard atau pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengaman (BMTP) terhadap impor produk ubin keramik.

Melalui PMK Nomor 111/PMK.010/2020 pada bulan Agustus 2020 yang merupakan perubahan dari PMK 119/PMK.010/2018, Pemerintah juga memberlakukan ketentuan safeguard impor produk ubin keramik kepada negara India dan Vietnam yang dikecualikan dalam aturan sebelumnya. Dampak dari perubahan kebijakan tersebut langsung terasa pada kuartal IV dimana berkurangnya impor dari kedua negara tersebut.

Oleh karenanya, Kementerian Perindustrian berupaya terus untuk membangkitkan kembali kejayaan industri keramik nasional seperti pada 2014 sebagai produsen nomor empat di dunia. Target ini ditopang dengan kebijakan strategis, di antaranya melalui program substitusi impor sebesar 35 persen yang ditargetkan tercapai pada 2022.

Implementasinya didukung dengan kebijakan pengendalian tata niaga impor keramik dan pembatasan pelabuhan masuk di wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Selain itu, kebijakan minimum import price untuk ubin keramik serta pemberlakuan SNI wajib yang diperketat.

Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin optimistis pada kebijakan yang telah diterbitkan Pemerintah saat ini, karena dapat meningkatkan pertumbuhan industri di tengah masa pandemi saat ini, dan selanjutnya untuk mengembalikan kejayaan industri keramik, Ditjen IKFT berupaya terus untuk mengimplementasikan kebijakan strategis dari Kemenperin.

Back To Top