skip to Main Content

Peluang Sektor Ikft Dalam Kerja Sama RCEP

Oleh: Erichson H Tambunan

Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) adalah perwujudan respons ASEAN terhadapdinamika ekonomi global dengan membentuk integrasi negara-negara anggota ASEAN dengan negara China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.

RCEP juga merupakan kesepakatan kawasan ekonomi yang paling kompetitif dan paling dinamis di dunia, terutama setelah kerja sama Trans-Pacific Partnership (TPP) tidak mengalami perkembangan akibat keluarnya Amerika Serikat pada tahun 2017.

Ke 15 negara yang sepakat untuk melaksanakan implementasi RCEP adalah Indonesia, Thailand, Malaysia, Philipina, Singapura, Brunei Darussalam, Cambodia, Vietnam, Laos, Myanmar, China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.

Saat ini, RCEP adalah suatu kerja sama regional yang sangat besar dan siginifikan secara global di masa pandemi Covid19. Pakta perdagangan RCEP ini mencakup sebesar 29,6 persen penduduk dunia, dan 32 persen dari PDB dunia.

Selain itu, mencakup 27,4 persen dari perdagangan dunia dan 29,8 persen investasi asing langsung. Dengan fakta-fakta tersebut, maka potensi ekonomi yang diperoleh melalui kerja sama RCEP ini sesungguhnya sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara anggotanya.

Nilai ekspor Indonesia ke-14 negara RCEP selama lima tahun terakhir menunjukkan tren positif, yakni sebesar 7,35 persen. Nilai investasi dari RCEP pada tahun 2019 mencapai 66,59 persen (USD19 miliar) dari total FDI dunia.

Berdasarkan kajian Kementerian Perdagangan, Pakta Perdagangan RCEP akan meningkatkan total ekspor Indonesia ke negara-negara anggota sampai mencapai 8-11 persen dan investasi yang masuk ke Indonesia akan mencapai 18-22 persen. Melalui kerja sama ini, perdagangan dunia juga diproyeksikan akan meningkat mencapai nilai USD186 miliar.

Peluang Sektor Ikft

Industri kimia, farmasi dan tekstil (IKFT) sebagai salah satu sektor andalan yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, diharapkan mampu bersaing dalam penguasaan pasar dalam negeri dan ekspansi ekspor ke negara anggota RCEP.

Pertumbuhan sektor IKFT tahun 2019 mencapai 6,08%, lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya mencapai 5,03% dan pertumbuhan sektor industri pengolahan non-migas yang hanya sebesar 4,34%.

Di masa pandemi tahun 2020, pertumbuhan sektor IKFT tetap berada di atas pertumbuhan ekonomi dan sektor industri pengolahan non-migas. Pertumbuhan sektor IKFT tahun 2020 mengalami kontraksi 1,49%, lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional yang juga terkontraksi 2,07% dan pertumbuhan sektor industri pengolahan non-migas yang minus sebesar 2,52%.

Capaian itu menunjukkan bahwa sektor IKFT memiliki peran penting yang harus dijaga pertumbuhannya dengan implementasi RCEP. Industri sektor IKFT juga harus mampu meningkatkan daya saingnya agar memperoleh manfaat yang besar dari RCEP.

Selama dua tahun terakhir, ekspor IKFT ke negara anggota RCEP baru mencapai 33,5%, sedangkan impor produk IKFT dari negara RCEP mencapai 64%. Dengan perjanjian RCEP, diharapkan nilai ekspor IKFT mampu mengalami kenaikan, terutama tujuan ke negara anggota RCEP, dan impor untuk produk jadi diharapkan semakin menurun.

Produktivitas dan utilisasi sektor IKFT diharapkan pula akan semakin meningkat, seiring dengan ekspansi investasi yang didukung oleh kompetensi SDM yang tinggi dan teknologi yang berorientasi Industrial Revolution 4.0.

Di sektor IKFT terdapat lima besar produk ekspor Indonesia ke negara RCEP, yaitu produk ban mobil penumpang, ammonia anhidrat, sepatu olahraga, urea, dan p-xylene. Oleh karena itu, Indonesia perlu menggenjot ekspor produk industrinya untuk meningkatkan performa perdagangan, sehingga tidak mengalami defisit neraca perdagangan.

Produk-produk yang dapat didorong ekspornya dengan memanfaatkan RCEP antara lain serat berbahan dasar tanaman, kertas dan bubur kertas, karet dan produk karet, beberapa produk mineral dan logam, jasa gas dan kelistrikan, produk kayu, serta produk makanan termasuk hasil perikanan.

Indonesia pun harus meningkatkan ekspor produk industri yang bernilai tambah dan berdaya saing tinggi untuk meningkatkan nilai perdagangan, sehingga tidak terjadi lagi defisit neraca perdagangan bagi Indonesia.

RCEP sangat diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi peningkatan daya saing Indonesia dan ke-14 negara lainnya. Di antaranya adalah memberi kemudahan bagi industri besar, menengah dan kecil yang ingin melakukan ekspor ke negara-negara RCEP, tidak lagi menggunakan SKA (surat keterangan asal) yang berbeda-beda sesuai negara tujuan. Sehingga untuk produk yang sama, sepanjang telah memenuhi ketentuan origin criteria, cukup mengantongi SKA RCEP untuk mengekspor satu produk ke semua negara RCEP.

Kendala yang akan dihadapi seperti potensi lonjakan impor, meningkatnya kompetisi atau persaingan dalam memperoleh pasar luar negeri baik dalam perdagangan barang dan jasa, maupun persaingan dalam menarik investasi, juga harus disikapi dengan baik agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi negara anggota RCEP lainnya, yang juga menimbulkan injury bagi industri dalam negeri.

Adapun produk impor IKFT terbesar dalam RCEP adalah Polipropilena (butiran), P-xylene, Propilena kopolimer (selain bentuk cair), Etilena, dan Polietilena yang seluruhnya adalah produk kimia hulu. Apabila importasi ini bisa disubstitusi dengan produk dalam negeri tentunya kemandirian bahan baku akan segera terwujud.

Perjanjian RCEP sangat diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi peningkatan daya saing Indonesia, Menteri Perindustrian mengajak seluruh sektor industri dalam negeri menjadikan tantangan pandemi Covid-19 sebagai momentum yang baik untuk pemulihan ekonomi nasional.

Kementerian Perindustrian selalu berupaya untuk memberikan fasilitas dan insentif melalui kebijakan dan regulasi yang sesuai dengan kebutuhan para pelaku industri untuk meningkatkan kemandirian bahan mentah, bahan baku, dan proses produksi hingga pengemasan, serta penguatan di bidang logistik, branding dan optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

Kerja sama antara Pemerintah dan pelaku industri sektor IKFT sangat dibutuhkan dalam memetakan industri yang memiliki keunggulan sehingga mampu bersaing dengan negara-negara anggota RCEP. Indonesia juga harus mampu memanfaatkan peluang investasi dari negara anggota RCEP untuk masuk ke Indonesia, agar tercipta lapangan kerja seluas-luasnya bagi masyarakat Indonesia sebagaimana yang diharapkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Back To Top