skip to Main Content

Potret Kinerja Sektor IKFT Selama Pandemi Covid-19

Oleh: Muhammad Ardiansya

Tanggal 2 Maret 2021 lalu tepat satu tahun sejak kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan oleh pemerintah. Dampaknya tidak hanya dirasakan di sektor kesehatan, tetapi juga telah merambah ke bidang sosial, budaya, dan bahkan di sektor ekonomi. Tidak bisa dipungkiri bahwa tahun 2020 merupakan tahun yang sangat menantang, tidak hanya bagi Indonesia, melainkan seluruh dunia mengalami hal yang sama.

Ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 2,07 persen sepanjang tahun 2020, dari sebelumnya tumbuh berkisar antara 4 sampai 5 persen di beberapa tahun sebelumnya. Jika merujuk data global, hampir seluruh ekonomi di negara-negara Asia bahkan dunia terkena dampak signifikan karena pandemi.

Sektor industri pengolahan non-migas, yang merupakan kontributor utama ekonomi Indonesia, juga mengalami kontraksi. Kontraksi terdalam yang dialami industri pengolahan terjadi pada kuartal II tahun 2020, yaitu sebesar -5,74 persen.

Namun seiring berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, ekonomi indonesia menunjukkan perbaikan dalam kuartal-kuartal berikutnya. Sehingga secara komulatif, industri pengolahan nonmigas mengalami perlambatan hanya 2,52 persen di sepanjang tahun 2020.

Kondisi yang sama juga terlihat dari perkembangan nilai Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang diterbitkan oleh IHS Markit. Pada bulan April 2020, nilai PMI Indonesia turun cukup drastris sampai 27,5 dari sebelumnya 51,9 dan 45,3 pada bulan Februari dan Maret 2020.

Bahkan pada bulan tersebut, PMI Indonesia merupakan yang paling rendah diantara negara-negara tetangga lainnya. Namun semenjak bulan November 2020, indeks PMI Manufaktur Indonesia sudah mengalami perbaikan dan kembali berada di atas angka 50.

Nilai acuan indeks PMI adalah 50, di mana sektor manufaktur suatu negara dapat dikatakan semakin ekspansif apabila memiliki nilai di atas 50. Sementara itu, apabila nilainya di bawah 50, mengindikasikan sektor manufaktur sedang mengalami perlambatan.

Perkembangan Sektor IKFT Selama Covid-19

Selama pandemi Covid-19, sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil (IKFT) relatif mampu meminimalisir dampak yang dirasakan. Permintaan terhadap beberapa produk IKFT cukup meningkat, khususnya produk yang mendukung pencegahan dan pengobatan Covid-19 seperti masker, alat pelindung diri (APD), hand sanitizer, vitamin, obat-obatan, dan cairan pembersih.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, utilisasi selama bulan April-Desember 2020 pada industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, masih relatif terjaga di tingkat 71% dibandingkan tahun 2019 sebesar 74%, serta industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional sebesar 60% dibandingkan tahun 2019 sebesar 75%.

Permintaaan untuk produk andalan sektor IKFT dari luar negeri sedikit banyak mengalami penurunan. Produk andalan ekspor yang tercatat oleh BPS mengalami penurunan adalah produk industri pakaian jadi turun sebesar 15,12 persen dari USD8,30 miliar menjadi USD7,05 miliar.

Sementara produk industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki mengalami peningkatan sebesar 6,19 persen menjadi USD5,44 miliar, kemudian produk barang dari karet dan plastik sebesar 2,55 persen (USD3,58 miliar). Produk farmasi dan obat tradisional juga mengalami peningkatan ekspor sebesar 4,32 persen dari USD0,61 miliar di tahun 2019 menjadi USD0,64 miliar di tahun 2020.

Di sisi tenaga kerja, berdasarkan data Sakernas Agustus 2020, kondisi kurang baik juga dialami oleh tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja sektor IKFT mengalami penurunan dari 7,34 juta orang pada tahun 2019 menjadi 6,24 juta orang di tahun 2020.

Di samping itu, terdapat 2 juta orang yang mengalami pengurangan jam kerja, dan 170,3 ribu orang yang sementara tidak bekerja selama pandemic Covid-19. Pengurangan jam kerja paling dialami oleh 907 ribu orang di industri pakaian jadi, 356 ribu orang di industri tekstil, serta 274 ribu orang di industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki.

Oleh karena itu, BPS mencatatkan pertumbuhan yang signifikan pada Industri kimia, farmasi dan obat tradisional, yaitu sebesar 9,39 persen sepanjang tahun 2020 dan mampu menjadi kontributor utama sektor IKFT secara keseluruhan di saat sektor lain masih mengalami perlambatan.

Subsektor IKFT lainnya yang mencatatkan perlambatan pada tahun 2020 adalah industri tekstil dan pakaian jadi -8,88 persen, industri kulit barang kulit dan alas kaki -8,76 persen, industri karet, barang karet dan plastik –5,61 persen, serta industri barang galian bukan logam -9,13 persen. Sehingga secara kumulatif sektor IKFT melambat 1,49 persen pada tahun 2020, masih lebih baik dari pertumbuhan industri nonmigas -2,52 persen dan pertumbuhan ekonomi -2,07 persen.

Optimisme Pemerintah Untuk Rebound

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam meminimalisir dampak pandemi Covid-19 terhadap sektor industri pada tahun 2020. Upaya tersebut antara lain adalah kebijakan Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI), Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) Covid-19, penurunan harga gas bumi, dan insentif biaya minimum pemakaian listrik untuk industri terdampak.

Pada tahun 2021 ini, berbagai strategi juga akan dilakukan oleh pemerintah, khsusunya Kementerian Perindustrian. Salah satunya adalah melakukan program substitusi impor pada sektor industri yang memiliki importasi besar yang dilakukan secara simultan dengan peningkatan utilisasi produksi yang sempat menurun saat pandemi.

Kebijakan lainnya, mendorong pendalaman struktur dan peningkatan investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil. Peningkatan investasi sangat berdampak besar bagi perekonomian utamanya dalam penyerapan tenaga kerja.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita optimistis dengan berbagai program, kebijakan dan stimulus yang telah dan akan diluncurkan pemerintah, dapat membangkitkan kembali gairah pelaku usaha dan pemulihan ekonomi nasional.

Optimisme tersebut juga didorong oleh semakin membaiknya indikator PMI Manufaktur Indonesia di level ekspansif. Hal senada juga disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bangkit kembali atau rebound di kisaran 4,5 hingga 5,5 persen pada 2021.

Back To Top