Optimalkan TKDN, Perkenalkan OMAI

Perusahaan farmasi Dexa Group menegaskan komitmennya terkait pengoptimalan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam memacu kemandirian industri nasional dan substitusi impor.
Presiden Direktur PT. Ferron Par Pharmaceutical, Krestijanto Pandji mengatakan bahwa pihaknya turut memperjuangkan implementasi TKDN. Adapun Ferron merupakan anak usaha Dexa Group. Krestijanto menerangkan Dexa merupakan perusahaan farmasi nasional yang pendiri awalnya mantan TNI AD.
“Jadi memang kita nasionalis sekali, makanya kita dukung sekali program pemerintah, terutama dari Kemenperin yang terkait TKDN ini,” ujarnya dalam diskusi virtual beberapa waktu lalu.
Soal upaya mendorong penerapan kandungan lokal, Krestijanto mengatakan, sejak dua tahun lalu pihaknya bersama Kemenperin memperjuangkan untuk kebijakan TKDN i bisa sukses dan bisa diundang-undangkan atau jadi Peraturan Menteri Perindustrian. “Alhamdullilah pada akhir Mei, Permenperin tersebut sudah jadi dan sudah diterapkan,” ujarnya.
Krestijanto memberikan apresiasi ke Kemenperin yang gigih menjalankan program nasional-TKDN, kendati banyak sekali tekanan dari luar negeri baik Amerika, Eropa dan lainnya, tetapi berkat kerja sama pemerintah dan swasta kita bisa yakinkan pihak AS dan Eropa. “Bersama Pak Khayam (Dirjen IKFT), Pak Taufiq (Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmas) sendiri kita yakinkan bahwa TKDN ini legal dan sudah sepantasnya jadi bukan hambatan untuk perdagangan,” ungkap dia.
Lebih lanjut Krestijanto membeberkan soal obat. Ada dua jenis obat paparnya, yakni kimia dan herbal. “Untuk obat kimia, kita sudah lama sekali 50 tahun lebih kita kembangkan obat-obat kimia. Kita lihat western medicine itu banyak gunakan obat kimia karena studinya sudah cukup banyak. Kita berhasil kembangkan banyak produk kimia ini yang awalnya kita impor lalu kita konversi jadi local production,” paparnya.
Di Indonesia sendiri di pabrik-pabrik Ferron, sudah produksi obat-obat itu kira lebih dari 500 jenis dan dalam kaitan ini perusahaan tidak hanya suplai ke swasta, tetapi juga ke BPJS. “Jadi, kita adalah salah satu yang mensuplai ke fasilitas-kesehatan pemerintah kita juga fasilitas program pemerintah, dari model injeksi tablet dan lainnya. Selain itu juga kita suplai ke swasta, privat, ke rumah sakit swasta, ke apotek, jadi kita main di bagian ke-farmasian,” urainya.
Kedua, masih terkait nasionalis adalah bagaimana obat herbal ini bisa diangkat ke level yang lebih tinggi. Kalau dulu terang dia, obat herbal itu jamu dikasih air lalu minum. Sekarang untuk masuk ke level obat diperlukan suatu clinical trial (uji klinik), kemudian lebih tinggi lagi ke OHB (obat herbal berstandar), lalu ke paling tinggi lagi namanya fitofarmaka itu sudah melalui uji klinik I,II dan III. Dia mencontohkan, vaksin Covid di Bandung yang sudah masuk fase tiga begitu juga obat herbal ini untuk masuk ke fitofarmaka harus masuk fase clinical trial. “Kita memang fokus di dunia kefarmasian, kita tidak punya rumah sakit, tidak punya bank, kita hanya main di kefarmasian,” ujarnya.
Dampak Covid
Ketika ditanya dampak Covid, Krestijanto menjelaskan, banyak sekali industri yang terkena imbas, termasuk sektor farmasi. Apalagi, Dexa berkecimpung pada obat-obat resep dokter.
“Pada keadaan covid Maret-April itu banyak dokter pada takut praktik, kedua pasien juga takut ke rumah sakit, kenapa mereka takut, terkena covid. Dampaknya permintaan drop, jumlah pasien yang RS baik untuk obat flu segala macam, kebanyakan mereka ke self medicecien, kalau ke sana jadi mereka membeli obat yang tidak perlu resep,” ungkapnya.
“Jadi, kalau kita bicara stimuno (imuno modulator) dari herbal memang kita lihat dari herbal terjadi peningkatan demand, tetapi kalau obat untuk operasi, antibiotic dan lainnya terjadi penurunan,” lanjut Krestijanto. “Tetapi Alhamdullilah sekarang terjadi recovery walaupun belum sebaik januari dan februari, tetapi dokter sudah mulai praktik lagi dan operasi sudah mulai dijalankan lagi, dokter mata, dokter kulit. Istilahnya trennya positif, tetapi memang belum kembali ke seperti Januari, Juni sudah mulai naik, Juli Agustus trennya meningkat. Tetapi untuk keseluruhan tahun ini kita minus 5-10 persen dibanding tahun sebelumnya,” bebernya.
Produk yang Meningkat
Selama pandemi ini, lanjut dia, ada produk yang permintaannya meningkat. Itu yang ada hubungan dengan covid seperti stimuno (imuno modulator) untuk meningkatkan daya tahan tubuh, jika daya tahan tinggi otomatis untuk kemungkinan kita terjangkit covid jauh lebih rendah.
Lalu ada lagi seloxi yakni multivitamin yang dalam kandungannya ada selenium, ini bagus sekali untuk bermacam-macam jenis virus, kedua ada vitamin c dan ketiga zin. Ketiga ini kombinasi untuk membunuh berbagai macam virus.
Kalau bicara obat jantung dan kencing menis stabil karena penderitanya mesti minum obat terus, untuk kolesterol dan kencing manis, untuk obat operasi dan anestasi itu turun. “Ada yang stagnan, turun dan naik. Yang tumbuh yang stagnan 50 perssen, turun 30 persen naik 15 persen,” terangnya.
Saat disinggung soal rencana menambah investasi, Krestijanto menegaskan bahwa saat pandemi ini Ferron tidak meingkatkan kapasitas produksi. Masih gunakan fasilitas pabrik yang lama. Kapasitasnya juga masih aman.
Saat ini lanjutnya perusahaan memastikan tidak ada pegawai yang yang terkena covid, dan memang April-Mei meskipun permintaan turun pabrik kerja terus. “Tujuannya untuk apa untuk meningkatkan indeks stok sebab kalau misalnya satu karyawan kita kena, pabrik kita tutup 14 hari, artinya tidak ada produksi. Jadi kita antisipasi itu, syukur tidak ada karyawan yang kena dan kita juga kasih terus obat untuk cegah itu,” papar dia.
Perusahaan juga sambung Krestijanto menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Lalu di office hanya kerja 50 persen, dan setiap bulan tim-tim kita harus lakukan rapid test. “Jadi, kita patuhi benar aturan pemerintah. Memang virus bisa dari luar, dari istri, tetangga maka kita beri double imuni modulator,” ungkapnya melanjutkan.
Krestijanto juga menjelaskan soal obat moderen asli indonesia (OMAI). Beda dengan obat kimia yang mayoritas bahan bakunya impor, bahan baku OMAI 100 persen dari Indonesia, seperti jinjer, mahkota dewa, kayu manis, ikan gabus. Semua itu dari Indonesia dan Dexa Group tidak mungkin lakukan sendiri.
“Kita kerja sama dengan petani, jadi dia tanam sesuai dengan spek kita lalu kita beli. Jadi kerja sama kita dengan petani, jadi kerja sama Omai ini meningkatkan kesejahteraan petani,” ujarnya.
Adapun soal vaksin disampaikannya bahwa, perusahaannya tidak bermain di vaksin itu dipegang oleh bio farma (BUMN). Tetapi Ferron memiliki produk baru namanya avigan, memang dari Jepang berbentuk tablet. Ferron juga remdivir kita yang distribusikan, sebelumnya hidrosclorocuin dan pihaknya menyampaikan terima kasih ke Kemenperin karena berkat bantuannya Ferron bisa impor bahan baku. “Tetapi sekarang sudah bisa dipake lagi diganti dengan avigan dan remdivir. Kita masih impor karena masih paten. Itu untuk pasien yang kelas berat,” lanjutnya. Berbicara soal pasar ekspor. Diakui Krestijanto bahwa selama pandemi ekspor turun. Ferron juga mengekspor produknya ke Nigeria, Eropa, Inggirs, Amerika. “Intinya plus minus 5 persen, ada yang naik 5 persen, ada yang turun 5 perse,” ujarnya.
Satgas Fitofarmaka
Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Muhammad Taufiq mengatakan Kemenperin bersama Kemenkes, BPOM maupun Kementan dan KKP tergabung dalam satgas pengembangan Fitofarmaka.
“Apa yang dicanangkan oleh pak Presiden terkait pengembangan fitofarmaka dalam hal ini mungkin ada istilah lain OMAI, ke depannya akan bisa mensubstitusi obat-obat kimia, maupun obat-obat yang nanti nya ke depan bisa memanfaatkan sumber daya alam di Indonesia,” ucap Taufiq.
Adapun satgas ini terangnya dibagi ke dalam lima bidang, dalam hal ini Kemenperin mendapatkan tugas produksi dan promosi. Dalam hal ini salah satu kunci utuk bisa mengembangkan industri fitofarmaka ini adalah dalam hal pemerintah bisa melakukan intervensi dalam pasar obat itu sendiri. Dalam hal ini yang paling mungkin bisa mendekati adalah pemerintah bisa menerbitkan satu kebijakan untuk obat herbal di mana ini menjadi kebijakan paling penting, supaya menjadi gaidens penting bagi tenaga medis untuk bisa meresepkan fitofarmaka ini menjadi resep obat. “Karena kebijakan kormas ini ada di Kemenkes, Kemenperin mendorong agar Kemenkes bisa mendorong Kormas ini,” pungkasnya.