skip to Main Content

Serap Garam Lokal, Investasi Perlu Optimal

Kementerian Perindustrian terus berupaya menjaga ketersediaan garam untuk industri. Langkah ini guna memenuhi kebutuhan bahan baku bagi sektor manufaktur yang diproyeksi akan terus meningkat setiap tahunnya.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan, kebutuhan garam pada tahun 2020 mencapai 4,4 juta ton, dengan 84% dari angka tersebut merupakan kebutuhan industri manufaktur, ditambah adanya pertumbuhan industri eksisting 5-7% serta penambahan industri baru.

”Total kebutuhan garam untuk bahan baku sektor manufaktur belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh industri pengolahan garam di dalam negeri, sehingga dilakukan impor untuk mengisi kebutuhan tersebut,” ungkapnya. Sebagai bahan baku industri, garam lokal masih perlu peningkatan dalam segi aspek kuantitas, kualitas, kontinuitas pasokan dan harga yang  kompetitif.

“Impor garam sebenarnya merupakan keterpaksaan, demi menjamin kepastian pasokan bahan baku garam bagi industri dalam negeri, khususnya sektor Chlor alkali plant/CAP (petromikia,  pulp & kertas), aneka pangan, farmasi, kosmetik, dan pengeboran minyak,” tutur Menperin.

Peningkatan nilai tambah pada garam diperoleh melalui proses produksi. Bahkan, hasil pengolahan garam impor akan diekspor kembali dengan proyeksi nilai yang lebih besar. Menperin mencontohkan, pada tahun 2019, nilai impor garam industri sebesar USD108 juta, sedangkan ekspor produk yang dihasilkan mencapai USD37,7 miliar.

Namun demikian, pemerintah juga berupaya memprioritaskan peningkatan kualitas garam produksi dalam negeri, di antaranya melalui perbaikan metode produksi serta penerapan teknologi baik di lahan maupun di industri pengolah garam. Untuk mendukung upaya ini, Kemenperin terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain.

“Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi telah mencanangkan beberapa program untuk dapat meningkatkan pemanfaatan garam lokal untuk sektor industri,” lanjutnya.

Menperin mengungkapkan, program yang dimaksud antara lain implementasi teknologi garam tanpa lahan yang merupakan garam dari rejected brine Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Kemudian mendorong pabrik pemurnian garam rakyat menjadi garam industri. “Ini telah dibangun di Gresik dengan kapasitas 40 ribu ton,” paparnya. Selanjutnya dilakukan perbaikan lahan pergaraman dengan pembenahan lahan pergaraman terintegrasi minimum 400 hektare. “Pemerintah juga mendorong investasi pembangunan lahan garam industri di Nusa Tenggara Timur (NTT) serta mendorong revitalisasi dan pengembangan pabrik garam farmasi oleh PT Kimia Farma,” lanjutnya.

Pacu investasi

Peningkatan investasi di sektor industri garam, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, karena bertujuan untuk membangun ketahanan industri dan pangan nasional. Selain itu, penanaman modal tersebut guna mendorong peningkatan produktivitas dan kualitas garam dalam negeri, sehingga bisa terserap sesuai kebutuhan dunia industri.

Salah satu potensi besar itu misalnya terdapat di tambak garam desa Nunkurus, Kupang, NTT. Di lokasi ini, kualitas garamnya dinilai cukup baik untuk diserap oleh industri. Sementara lahan yang baru tergarap seluas 10 hektare (ha) untuk produksi garam, dari potensi lahan yang tersedia mencapai 600 ha. Di lahan garam desa Nunkurus, sudah masuk investasi sebesar Rp110 miliar.

Sedangkan, khusus di Teluk Kupang, tersedia lahan garam seluas 7.700 ha. Sisanya tersebar di berbagai wilayah NTT, antara lain di Kabupaten TTU, Malaka, Sabu Raijua, Rote Ndao dan Nagekeo. Secara keseluruhan, potensi lahan tambang garam di NTT mencapai 60.000 ha dan paling sedikit 21.000 ha dapat direalisasikan dalam waktu 2-3 tahun ke depan. Dari lahan seluas 21.000 ha tersebut, produksi garam akan mencapai 2,6 juta ton per tahun.

Dengan adanya investasi masuk, diyakini pula akan terjalin sinergi antara sektor industri dengan para petani garam. Hal ini bakal meningkatkan kesejahteraan para petani garam dalam negeri, sekaligus guna menjamin ketersediaan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri.

Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono mengatakan, pihaknya berupaya meningkatkan target serapan garam lokal oleh sektor manufaktur untuk periode Agustus 2020 – Juli 2021. Peningkatan tersebut mengingat persediaan garam di dalam negeri cukup besar.

Selain itu, tahun depan diramalkan akan terjadi akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. “Target naik menjadi 1,2 juta ton dari tahun sebelumnya hanya 1,1 juta ton,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Kemenperin telah memfasilitasi penandatanganan nota kesepahaman antara petani garam dan industri pengolah garam terkait serapan garam ke sektor manufaktur selama Agustus 2019-Juli 2020. Serapan garam lokal tersebut sedikit meningkat lantaran ada tambahan 20.000—30.000 ton per pelaku industri pengolah garam pada periode 2019—2020.

Harga yang ditetapkan dalam nota kesepahaman tersebut lebih mahal dari garam impor. Tarif garam impor umumnya berada di kisaran US$50—US$55 atau sekitar Rp740.250 (kurs Rp14.100) per ton, sedangkan harga garam lokal berada di kisaran Rp1 juta—Rp1,5 juta per ton.

Fridy mencatat, ada penambahan serapan pada periode tersebut sekitar 500.000 ton oleh pelaku industri kecil dan menengah (IKM) tekstil dan penyamakan kulit.

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam (AIPGI) Toni Tanduk meramalkan penyerapan garam pada periode Agustus 2020 – Juli 2021 sekitar 1 juta ton. Pasalnya, serapan garam pada tahun ini terganggu pandemi Covid-19 dan cuaca buruk. Namun demikian, AIPGI dapat memenuhi target serapan sebanyak 1,2 juta ton jika kondisi ekonomi membaik.

AIPGI juga menyambut baik inisiasi pemerintah daerah yang memberikan ruang bagi garam industri bisa diproduksi dengan baik. Salah satunya dengan memberikan jaminan kepada para investornya. Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan, pihaknya akan berusaha untuk membenahi sektor industri garam, terutama dalam upaya menarik investor. “Selama ini kami sudah berusaha untuk menarik investor agar bisa meningkatkan kuantitas produksi garam di Malaka, agar bisa memenuhi kebutuhan nasional. Mengingat kualitas garam di sini juga bagus,” paparnya.

Back To Top