Industri Kaca Lembaran Tambah Kapasitas Jadi 1,34 Juta Ton

Industri
kaca lembaran mengalami peningkatan kapasitas produksi seiring adanya
perluasan usaha dari salah satu produsen guna memenuhi kebutuhan pasar
domestik dan ekspor. Langkah ekspansi ini sekaligus menandakan bahwa
iklim usaha di Indonesia masih kondusif.
“Kapasitas
produksi terpasang industri kaca lembaran nasional meningkat menjadi
1,34 juta ton per tahun dari sebelumnya sebesar 1,13 juta ton per tahun,”
kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat peresmian pabrik
kaca lembaran terintegrasi PT Asahimas Flat Glass di Cikampek, Jawa
Barat, Senin (18/2).
PT
Asahimas Flat Glass Tbk telah resmi menutup tungku F3 pabrik kaca
lembaran miliknya yang berlokasi di Ancol, Jakarta Utara. Penutupan
pabrik berkapasitas 120 ribu ton per tahun ini dilakukan karena sudah
mencapai umur ekonomisnya, yang telah beroperasi sejak tahun 1973.
Perusahaan merelokasi pabrik ke wilayah Cikampek untuk merealisasikan penambahan investasinya sebesar Rp5 triliun. “Kita menyaksikan
peresmian pabrik baru di Cikampek ini bukan hanya sekedar relokasi,
tetapi perluasan dan peningkatan kapasitas pabrik kaca lembaran menjadi
sebesar 420 ribu ton per tahun. Selain itu menyerap tenaga kerja,
sebanyak 3.000 orang,” ungkap Menperin.
Total
kapasitas produksi kaca lembaran yang dihasilkan PT. Asahimas Flat
Glass saat ini menjadi 720 ribu ton per tahun, ditambah dengan kapasitas
pabrik di Sidoarjo sebesar 300 ribu ton per tahun. “Kami berharap,
pembangunan pabrik terintegrasi ini
dapat berkontribusi dalam peningkatan daya saing industri kaca lembaran
nasional baik di pasar domestik hingga global, sehingga jadi leading sector” tandasnya.
Selain
memproduksi kaca lembaran, pabrik PT. Asahimas Flat Glass di Cikampek
juga menghasilkan kaca cermin dengan kapasitas sebanyak 6,8 juta ton per
tahun serta kaca pengaman dengan kapasitas hingga 5,8 juta ton per
tahun. Pabrik baru ini berada lebih dekat dengan sentra produksi
otomotif, yang menyumbang permintaan produk kaca cukup besar.
“Untuk itu, kami
memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada PT. Asahimas Flat
Glass atas eksistensi dan integritasnya dalam membangun industri kaca
nasional,” ujarnya. Menperin meyakini, ekspansi ini menjadi simbol menyalanya semangat industri kaca nasional menuju Indonesia sebagai negara industri yang tangguh di kancah dunia.
Presiden Komisaris PT. Asahimas Flat Glass Mucki
Tan menyampaikan, Asahimas merupakan produsen kaca pertama di Indonesia
yang didirikan sejak tahun 1971 dan mulai produksi 1973. “Hampir 45
tahun kami beroperasi di Ancol untuk memproduksi kaca lembaran, cermin,
dan untuk otomotif,” ungkapnya.
Menurut
Tan, seiring perkembangan ekonomi di Indonesia yang positif dan
permintaan kaca yang terus meningkat, Asahimas harus mendongkrak
kapasitasnya. “Dengan keterbatasan fasilitas di pabrik Ancol, pada 1995
kami mulai merencanakan untuk merelokasi fasilitas produksi. Hal
tersebut ditandai dengan membangun pabrik kaca otomotif yang selesai
pada tahun 2003,” imbuhnya.
Kemudian,
penambahan fasilitas baru pada 2016, kapasitas produksi Asahimas saat
ini meningkat 55 persen. “Dengan selesainya pembangunan fasilitas ini,
pabrik kaca Asahimas menjadi terintegrasi. Kami pun sekarang sudah
memanfaatkan teknologi semiotomatis, ditandai dengan penggunaan robot
dan peralatan digital serta diperkenalkannya konsep smart factory. Ini artinya kami memulai pijakan menuju revolusi industri 4.0,” paparnya.
Pengembangan daya saing
Menperin
menyampaikan, industri kaca merupakan sektor padat modal dan padat
energi yang butuh biaya investasi besar. Untuk itu, diperlukan kebijakan
strategis dalam upaya pengembangan daya saingnya.
“Kebijakan
pengembangan sektor industri pengolahan difokuskan pada penguatan
rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku energi yang
berkesinambungan dan terjangkau. Hal ini juga untuk memperdalam dan memperkuat struktur manufaktur di Indonesia,” jelasnya.
Mengenai
upaya memacu kinerja industri kaca nasional, pemerintah telah berupaya
mengamankan pasokan bahan baku untuk industri kaca yang berasal dari
dalam negeri sebagai competitive advantage seperti pasir silika, dolomite, limestone, dan lainnya. Selain itu, pemerintah juga mendorong tumbuhnya investasi dari industri bahan baku dan penolong seperti soda ash, cullet, iron oxide dan lainnya.
“Terkait
gas bumi sebagai bahan bakar untuk industri kaca, pemerintah
mengupayakan adanya jaminan pasokan dan mendapatkan harga yang ideal dan
kompetitif. Hal ini sesuai amanat yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian,” ucapnya.
Airlangga
menuturkan, hasil produksi kaca nasional meliputi kaca lembaran, kaca
pengaman, dan kaca cermin atau dekoratif, sebesar 70 persen untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sisanya diekspor ke berbagai negara
Timur Tengah, Afrika, Oceania, Eropa, Amerika Serikat dan Asia dengan
total nilai ekspor sebesar USD113 juta pada tahun 2018.
“Permintaan
kaca lembaran dunia tumbuh sekitar 6,6 persen per tahun. Pada 2018,
tercatat sebesar 10 miliar meter persegi atau senilai kurang lebih
USD102 miliar, yang diperkirakan 50 persen permintaan dunia ada di wilayah Asia-Pasifik. Potensi ekspor naik bisa 30-40 persen,” ungkapnya.
Menperin optimistis, industri kaca nasional akan terus tumbuh setiap tahunnya,
seiring kenaikan permintaan dari pasar domestik dan ekspor. Sementara
itu, pemanfaatan dalam negeri diserap oleh sektor properti sebesar 65
persen, otomotif 15 persen, furnitur 12 persen dan lainnya 8 persen.
“Pemerintah
terus mendorong peningkatan produksi, karena peluang untuk memperbesar
pasar dalam negeri masih sangat terbuka, mengingat penduduk Indonesia
yang mencapai 260 juta orang dan seiring dengan tumbuhnya pekerja usia
produktif yang membutuhkan perumahan,” imbuhnya.
Peluang
ini juga terlihat dengan tumbuhnya kinerja industri alat angkutan yang
mengalami pertumbuhan sebesar 4,24 persen (y-on-y). Kinerja perdagangan
kendaraan bermotor mengalami surplus, tercatat sebesar USD143 juta pada
Januari-Oktober 2018. Kemudian dengan giatnya pemerintah membangun
pengadaan light rail transit (LRT) dan mass rapid transit (MRT) yang berdampak baik pada pengadaan lokomotif dan kereta api.
“Tentunya
dengan kinerja yang bagus ini dapat meningkatkan pemakaian kaca
pengaman sebagai salah satu komponen dalam industri otomotif dan
perkeretaapian,” tuturnya.
Airlangga menambahkan, industri manufaktur terusmenjadi penggerak utama pada pertumbuhan ekonomi nasional karena sektor inii
berperan penting dalam menciptakan nilai tambah, perolehan devisa dan
penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Di
satu sisi, era perdagangan bebas yang terjadi saat ini membuat akses
pasar semakin terbuka. Hal ini merupakan peluang sekaligus tantangan
bagi industri, sehingga sektor industri nasional dapat terus meningkatkan daya saing agar mampu berkompetisi untuk menguasai pasar yang tersedia.
“Menghadapi tantangan sebagai akibat dari perdagangan bebas serta untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi, pemerintah
terus berupaya mendorong berkembangnya sektor industri yang berdaya
saing tinggi dengan menciptakan iklim usaha yang atraktif,” imbuh
Airlangga.
Kemudian,
dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional, Kemenperin
telah melakukan upaya-upaya antara lain dengan memberikan insentif
fiskal seperti skema tax allowance serta tax holiday, melakukan upaya pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri, optimalisasi pemanfaatan pasar dalam negeri dan ekspor, serta pelaksanaan Program Peningkatan Produksi Dalam Negeri (P3DN).
Selain itu, pada Juli 2018, pemerintah telah meluncurkan Online Single Submission (OSS) untuk penyederhanaan proses perizinan dan menciptakan model pelayanan perizinan yang terintegrasi di Indonesia.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.