Optimistis! Investasi Proyek Tppi Bangkitkan Ekonomi Pasca-Pandemi

Oleh: Raditya Eka Permana
PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama atau yang biasa dikenal sebagai TPPI adalah sebuah perusahaan industri petrokimia di tanah air yang sangat strategis keberadaannya. Sejak dibangun dan dioperasikan secara komersial pada tahun 1995 di Tuban, Jawa Timur, TPPI diproyeksikan sebagai raksasa petrokimia di Asia Tenggara.
Sasaran tersebut ditopang karena TPPI mengagendakan dua lini produksi petrokimia andalannya, yaitu lini produksi olefin dan lini produksi aromatik. Namun demikian, impian tersebut sangat tidak mudah untuk direalisasikan, mengingat TPPI terus mengalami banyak situasi teknis dan finansial yang naik dan turun. Hal ini membuat TPPI hingga kini hanya mampu membangun dan mengoperasikan lini aromatik saja, meskipun lahan yang tersedia seluas 200 hektar juga telah siap dan cukup untuk menampung satu unit pabrik lini olefin.
Lini aromatik TPPI mampu menghasilkan berbagai produk petrokimia dengan volume agregat 3,6 juta ton per tahun. Produk-produk aromatik TPPI antara lain adalah light naphtha, solar, fuel oil, LPG, paraxylene, orthoxylene, benzene, toluene dan heavy aromatic. Seluruh komoditas ini sebagian besar dipasok untuk memenuhi kebutuhan industri antara dan hilir di dalam negeri.
Sebagai pemasok unggulan, TPPI memiliki kerja sama tolling fee dengan Pertamina sejak tahun 2013 untuk memproduksi BBM dalam format solar dengan rata-rata produksi sebesar 275.000 ton per tahun, BBM Premium 66.000 barel per hari, BBM Pertamax 59.000 barel per hari, LPG 140.000 ton per tahun serta BBM Pertalite.
Sedangkan di sisi petrokimia, TPPI juga berperan sebagai penjamin pasokan produk bahan baku paraxylene dengan kapasitas 500.000 ton per tahun, orthoxylene 120.000 ton per tahun, dan benzene sebesar 207.000 ton per tahun. Secara teknis, TPPI juga memiliki kapabilitas untuk memproduksi toluene, namun hingga kini kebutuhan toluene masih banyak dipasok dari kegiatan impor.
Produk aromatik petrokimia sangat penting artinya bagi industri hilir yang sangat masif memproduksi barang-barang manufaktur untuk pasar dalam negeri. Paraxylene merupakan produk strategis yang menjadi bahan baku utama bagi industri tekstil.
Proses kimia dengan tekanan dan suhu tertentu di dalam reaktor akan mengubah paraxylene menjadi asam tereftalat (PTA), yang pada akhirnya dipolimerisasi lebih lanjut dengan ethylene glycol (EG) untuk memproduksi fiber sintetik sebagai bahan dasar benang.
Pada sektor industri hilir yang lain, Benzene juga merupakan bahan baku yang tidak kalah penting dibandingkan paraxylene. Produk ini sangat dibutuhkan sebagai bahan dasar sintesis berbagai senyawa turunan benzena seperti styrene dan juga berperan sebagai pelarut yang sangat efektif. Pada tingkat mid-stream, benzene juga dapat diproses lebih lanjut untuk disintesis menjadi toluene dan fenol.
Sementara itu, toluene sangat dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan asam benzoat, bahan peledak berbasis TNT dan bahan kimia penting lainnya. Sedangkan fenol dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan dasar obat-obatan, antiseptik atau desinfektan.
Benzene, toluene dan xylene yang lebih sering dikenal sebagai BTX sangat banyak dibutuhkan oleh industri di Indonesia. Kebutuhan paraxylene mencapai lebih dari 773.000 ton pada tahun 2019. Sedangkan kebutuhan benzene dan toluene masing-masing adalah sebesar 278.000 ton per tahun dan 117.000 ton per tahun.
Rencana Pengembangan TPPI
Pada tahun 2019, pemerintah secara resmi telah memiliki 95% kepemilikan TPPI. Skema kepemilikan tersebut ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2019 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham PT Tuban Petrochemical Industries. Sejak kepemilikan TPPI telah didominasi oleh negara, Presiden RI kembali mencanangkan agar TPPI dapat dikembangkan lebih lanjut sebagaimana seperti yang telah dicita-citakan sejak awal pembangunannya.
Selaras dengan pesan presiden, kini TPPI tengah berupaya untuk menjalankan dua proyek pembangunan pabrik petrokimia baru yang terdiri atas Proyek Pengembangan Lini Aromatik melalui Investasi Revamp Platforming Aromatic dan Proyek Pembangunan Lini Olefin melalui Investasi Pembangunan Ethylene Cracker serta Downstream Olefin.
Meskipun umumnya proses pembangunan kilang memerlukan waktu hingga tujuh tahun, namun presiden tetap menghendaki agar proyek ini dapat dirampungkan dengan durasi tiga tahun dan dioperasikan secara komersial pada awal 2024.
Berdasarkan dokumen Pra-Feasibility Study, kedua proyek tersebut diperkirakan menelan biaya investasi sebesar USD3,9 miliar. Nilai ini berpotensi semakin meningkat hingga 40% pada saat proyek memasuki tahap penyusunan Front End Engineering Design (FEED).
Demi mendukung kelancaran proses pendanaan investasi, TPPI masih berupaya untuk dapat memperoleh mitra potensial dengan equity Pertamina sebesar 34%. Pada akhir tahun 2020, TPPI telah menunjuk UOP sebagai technology licensor. TPPI juga telah menunjuk PT Rekayasa Industri sebagai kontraktor pembangunan tangki-tangki utama.
Penetrasi Pasar Petrokimia
Pada bulan September 2020, Kementerian Perindustrian memfasilitasi upaya penyerapan produk TPPI untuk pengguna dalam negeri. Fasilitasi ini dipimpin oleh Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil dengan melibatkan para direksi TPPI, Pertamina RU III Plaju, PT BP Petrochemicals Indonesia, PT Indorama, PT Mitsubishi dan PT Petrowidada.
TPPI dikenal sebagai produsen BTX dengan kapasitas yang besar, namun hingga kini TPPI masih memprioritaskan produksi BBM berupa pertalite dan pertamax untuk dipasok ke Pertamina. Hal ini dikarenakan TPPI masih terikat kontrak tolling fee dengan Pertamina dengan jangka waktu yang sangat lama.
Dengan adanya restrukturisasi kepemilikan yang baru ini, pemerintah kembali menekankan agar TPPI wajib kembali menghasilkan produk petrokimia. Sehingga TPPI tidak hanya berfokus pada kegiatan memasok BBM ke Pertamina.
Hal tersebut menjadi sangat penting karena pada tahun-tahun mendatang, TPPI juga diproyeksikan sebagai produsen produk olefin. Sehingga pemeliharaan pasar perlu dilakukan sejak dini dimulai dari proses penetrasi pasar produk aromatik. Tantangan penetrasi pasar sangatlah besar, mengingat saat ini dua raksasa petrokimia swasta di tanah air, PT Chandra Asri Petrochemical dan PT Lotte Chemical Indonesia juga tengah membangun pabrik lini olefin dengan kapasitas produksi agregat yang sangat besar mencapai hampir 7 juta ton per tahun. Selain itu, Pertamina juga tengah merintis mega proyek pembangunan komplek.