Ekspor, Solusi Hadapi Oversupply

Upaya peningkatan ekspor menjadi harapan satu-satunya bagi pelaku industri semen di tanah air untuk mempertahankan kinerjanya di tengah lesunya permintaan domestik akibat pandemi Covid-19.
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) berupaya akan menggenjot ekspor hingga 8 juta ton pada tahun 2020 atau naik 23% dibanding tahun lalu. “Kami meminta kepada para anggota ASI agar menjadikan ekspor sebagai mandatori untuk meningkatkan utilisasi pabrik. Kami perkirakan, ekspor sampai dengan akhir tahun 2020 akan mencapai minimal 8 juta ton,” kata Ketua Umum ASI Widodo Santoso.
Widodo mengungkapkan, sepanjang delapan bulan tahun ini, kinerja ekspor membantu menyelamatkan utilisasi pabrik yang rendah akibat sepinya penjualan pasar domestik. “Utilisasi pabrik sampai bulan Agustus kemarin hanya sekitar 54%. Tapi karena ada prestasi ekspor sebanyak 5,68 juta ton, utilisasi naik menjadi sekitar 60%,” tuturnya.
Widodo menyebut, Semen Indonesia Group mencatatkan sebagai eksportir semen tertinggi di tanah air, disusul Semen Merah Putih. Pada bulan Agustus lalu, ekspor semen nasional berhasil memecahkan rekor 1 juta ton, di angka 1,28 juta ton atau melonjak 88% dibanding Agustus 2019.
“Peningkatan ekspor ini mampu mengkatrol penjualan semen total sepanjang bulan Agustus sehingga mencetak pertumbuhan 2,1% dibanding tahun lalu,” ujarnya. Sementara itu, ekspor semen sepanjang Januari-Agustus 2020 telah mencapai 5,68 juta ton. Angka ini naik 25% dibanding periode sama tahun lalu.
Selanjutnya, penjualan semen nasional sepanjang delapan bulan tahun 2020 masih melanjutkan penurunan hingga 5% menjadi 44,15 juta ton dibanding periode sama tahun lalu. Lesunya konsumsi semen di pasar domestik membuat industri semen masih belum bisa mencatatkan kinerja positif hingga delapan bulan 2020.
Berdasarkan data ASI, penjualan semen di dalam negeri pada Januari-Agustus 2020 turun 8,9% menjadi 38,47 juta ton. Sementara ekspor semen dan klinker naik 25% menjadi 5,68 juta ton. “Kinerja penjualan semen domestik defisit 3,74 juta ton, sementara ekspor positif 1,4 juta ton. Sehingga, total penjualan masih defisit 2,34 juta ton atau turun 5% dari tahun lalu,” ungkap Widodo.
ASI memperkirakan, sepinya permintaan semen di dalam negeri karena belum berjalannya sejumlah proyek pembangunan infrastuktur. “Kami prediksi September dan Oktober baru mulai jalan,” ujarnya. Dia melanjutkan, permintaan semen untuk perumahan juga belum menggeliat. Hal ini diperkirakan karena pemerintah dan masyarakat yang masih sibuk dengan penanganan Covid-19.
“Melihat kondisi di atas, di mana sampai dengan Agustus masih defisit 2,34 juta ton, maka hanya ekspor yang bisa diharapkan dapat mengurangi penurunan konsumsi domestik. Sehingga, penurunan total penjualan tidak akan lebih dari 8%” imbuhnya.
Jaga iklim usaha
Kementerian Perindustrian menegaskan akan terus berupaya secara maksimal untuk menjaga iklim dan keberlangsungan usaha sektor industri di tengah tekanan pandemi Covid-19, termasuk industri semen. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dan sinergi dengan seluruh stakeholder agar dapat menghasilkan kebijakan atau stimulus sesuai dengan kebutuhan pelaku industri saat ini.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam menerangkan, pihaknya aktif melakukan beberapa kunjungan lapangan untuk melihat secara langsung kondisi operasional sektor industri saat ini. Dari hasil kegiatan ini, Kemenperin mendapatkan informasi dan masukan dari pelaku industri yang bisa menjadi bahan pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan di bidang industri terutama pada saat pandemi seperti ini.
Dirjen IKTF menyampaikan, pada beberapa waktu lalu pihaknya telah melakukan kunjungan kerja ke sejumlah sektor binaan seperti industri semen. Di industri padat modal ini, pandemi Covid-19 membawa dampak pada aspek permintaan pasar yang berkurang sehingga utilisasi di industri semen pada semester I tahun 2020 sekitar 56%. Daya saing industri pun secara umum terkena dampak kondisi pandemi Covid-19 yang membuat aktivitas ekonomi menjadi tidak seperti biasanya.
Pada 2019, kapasitas produksi semen nasional mencapai 110 juta ton per tahun dengan konsumsi dalam negeri sebesar 70 juta ton per tahun. Untuk itu, Kemenperin terus mendorong peningkatan serapan pasar domestik. Apalagi, semen merupakan salah satu komoditas yang strategis bagi Indonesia.
“Sebagai negara yang terus membangun, ketersediaan semen sebagai bahan dasar pembangunan untuk perumahan, jalan, konstruksi dan sarana lainnya merupakan hal yang sangat penting. Selain itu, menjadi salah satu kunci kelancaran roda pembangunan nasional khususnya pembangunan sarana fisik yang sangat dibutuhkan guna terciptanya sarana dan prasarana peningkatan ekonomi nasional,” paparnya.
Khayam menyatakan, pihaknya tengah memacu agar industri semen di tanah air dapat memanfaatkan teknologi industri 4.0 sebagai upaya peningkatan daya saing. “Manfaat penerapan industri 4.0 antara lain mengoptimalkan proses produksi. Optimalisasi produksi adalah keuntungan bagi perusahaan karena bisa mengarah pada efisiensi sumber daya dan waktu produksi,” jelasnya.
Manfaat lainnya adalah menciptakan pasar fleksibel yang berorientasi pada pelanggan, meningkatkan visibilitas status ketersediaan barang dan proses pengiriman, memberi informasi real time pada arus barang, transparansi berbagai informasi produk seperti kualitas dan asal barang, serta menurunkan biaya untuk menangani rantai pasokan yang kompleks. “Penerapan industri 4.0 dapat dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kebutuhan serta kesiapan industri,” tandasnya.
Di samping itu, seiring perkembangan teknologi, pelaku usaha juga dituntut untuk dapat menerapkan konsep industri hijau. Artinya, industri perlu menyelaraskan dengan kelestarian lingkungan hidup serta mengutamakan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya alam. “Dalam tahun-tahun mendatang, dalam rangka meningkatkan daya saing di pasar global, modernisasi yang cepat dan proses produksi yang efektif, efisien dan ramah lingkungan akan menjadi titik kunci untuk pengembangan industri nasional,” terangnya.