Merajut Strukturnya Demi Kinerja

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor yang terus digenjot kinerjanya lantaran punya peran sebagai penyumbang devisa dan penyerap tenaga kerja yang banyak.
Kementerian Perindustrian aktif mengajak seluruh pemangku kepentingan terkait dalam upaya memacu kinerja industri TPT karena merupakan salah satu sektor yang terdampak cukup berat akibat pandemi Covid-19. Langkah strategis yang sedang dijalankan antara lain adalah meningkatkan nilai ekspor dari produk unggulan nasional tersebut.
“Maka itu, industri TPT termasuk dari tujuh sektor dalam peta jalan Making Indonesia 4.0,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam, beberapa waktu lalu.
Dirjen IKFT menjelaskan, struktur industri TPT meliputi sektor hulu (industri serat), sektor antara (industri benang dan kain), dan sektor hilir (industri pakaian jadi). “Walaupun memiliki karakteristik yang berbeda, setiap sektor memiliki keterkaitan yang kuat antara satu dengan yang lain. Padat modal di hulu dan padat karya di hilir,” ungkapnya.
Pada sektor hilir di industri TPT, Indonesia telah memiliki kapasitas tinggi dengan potensi sejumlah pabrik garmen dengan skala besar dan berorientasi ekspor, bahkan industri kecil menengah (IKM) di sektor ini mampu menjadi pemasok kebutuhan dalam negeri. “Jadi, masing-masing memiliki pasar dan peran sendiri,” terang Khayam.
Secara umum, industri TPT nasional telah memiliki struktur industri yang cukup lengkap dan terpadu. Di sektor hilir misalnya, terdapat industri stapel dan filamen yang memiliki kapasitas produksi sebanyak 1 juta ton per tahun dan terintegrasi dengan industri bahan baku kimianya.
Selain itu, di sektor hulu, sejak tahun 2019, industri rayon mengalami peningkatan kapasitas produksi dari 536.000 ton menjadi 856.000 ton per tahun. “Perkembangan industri rayon terus kami dorong untuk menjadi substitusi impor bahan baku kapas yang selama ini bergantung dari pasokan luar negeri. Pada industri benang, kita juga memiliki kapasitas yang cukup besar hingga 3,2juta ton per tahun yang juga menjadi andalan ekspor setelah pakaian jadi,” paparnya.
Selain mendorong substitusi bahan baku impor dan perlindungan industri dalam negeri, peningkatan kualitas sumber daya manusia juga menjadi fokus Kemenperin dalam pengembangan industri TPT. “Yang tidak kalah penting adalah peningkatan kompetensi SDM. Sekarang kami turut melatih generasi muda dan dengan sertifikasi melalui berbagai macam pelatihan dan capacity building untuk membangun soft skill dan hard skill,” imbuhnya. Selanjutnya, Kemenperin memfasilitasi kolaborasi antara industri skala besar dengan pelaku IKM untuk kemudahan memperoleh bahan baku melalui Indonesia Smart Textile Industry Hub & Material Center. “Kami terus berupaya meningkatkan kemampuan ekspor melalui berbagai program, antara lain mendorong eksportir langsung, edukasi prosedur ekspor, jaminan ketersediaan bahan baku, fasilitasi pembiayaan kepada IKM, optimalisasi kemudahan KITE, pembuatan market brief, akses industri ke e-commerce global serta memfasilitasi pameran di dalam dan luar negeri,” sebutnya.
Platform ISTIH
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh mengatakan, pihaknya mencatat hingga saat ini baru 425 industri yang masuk dalam platform Indonesia Smart Textile Industry Hub atau ISTIH. Padahal platform tersebut dirilis guna mengoptimalisasi pengawasan data produksi dan konsumsi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.
Saat ini, pemerintah terus mendorong agar lebih banyak pelaku usaha TPT yang masuk dalam ISTIH. Pasalnya saat ini ada sekitar 6.000 pelaku usaha TPT di seluruh Indonesia. “ISTIH ini bukan hanya platform yang mendata produksi hulu dan hilir tetapi dashboard TPT yang realtime dengan sistem marketplace untuk B2B,” paparnya.
Elis mengemukakan ISTIH akan terus dioptimalisasi guna melancarkan target subtitusi impor industri TPT hingga 35 persen pada 2023 nanti. Tak hanya itu, ISTIH juga memungkinkan pemotongan rantai pasok bahan baku untuk industri kecil yang biasanya harus membeli melalui agen atau pedagang.
Alhasil, persoalan kontinuitas bahan baku industri hilir hingga keterbatasan akses dan informasi produsen hulu akan teratasi melalui ISTIH yang menjembatani keperluan industri. Di dalam ISTIH saat ini juga terdapat 150 industri produsen APD, masker, dan bahan baku masker.
“Pengembangan ISTIH juga akan membantu industri TPT dalam melakukan revolusi atau setting ulang akibat pandemi sehingga kita bisa mendudukkan kembali sebenarnya berapa kebutuhan impor kita yang memang tidak bisa dipenuhi dalam negeri,” ujar Elis.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan untuk mereformasi kebijakan industri dalam negeri, perlu menyangkut biaya produksi dan meningkatkan daya saing di pasar. Dia menilai industri tekstil Indonesia memiliki kebutuhan yang mendesak untuk memangkas biaya produksi agar dapat bersaing di pasar, terutama saat turunnya daya beli masyarakat yang lebih rendah akibat Covid-19.
Mengenai potret kinerjanya, Kemenperin mencatat laju pertumbuhan industri TPT di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2019, industri TPT mampu tumbuh sebesar 15,35% atau naik signifikan dibanding dengan 2018 yang mencapai 8,73%. Sementara itu pada 2017, industri ini tercatat tetap mengalami pertumbuhan di angka 3,83%. Pertumbuhan ini didukung tingginya produksi pakaian jadi di sentra industri TPT.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal II tahun 2020, industri TPT memberikan kontribusi terhadap PDB sektor industri pengolahan nonmigas sebesar 6,93 persen. Sementara untuk kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, industri TPT menempati urutan keempat menjadi kontributor terbesar yang mencapai 1,24 persen. Dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, industri TPT nasional ditargetkan masuk ke dalam jajaran lima besar pemain dunia pada tahun 2030. Daya saing sektor ini tercermin dari kinerja ekspornya sepanjang tahun 2019 yang mencapai USD12,89 miliar, dan pada periode Januari-Juli 2020 telah menembus hingga USD6,15 miliar. Selain itu, sebagai sektor padat karya, industri TPT di Indonesia telah menyerap tenaga kerja lebih dari 3,6 juta orang.