skip to Main Content

Sektor Alas Kaki Terus Menanjak

Industri alas kaki nasional mampu menapaki kemampuannya di kancah global, dengan menghasilkan beragam produk yang berkualitas dan inovatif.

Industri alas kaki di dalam negeri cukup bergeliat. Indonesia mampu menempakan diri diposisi keempat sebagai produsen alas kaki terbesar di dunia, di bawah China, India, dan Vietnam dengan share terhadap total produksi dunia sebesar 6,3 persen.

Di samping itu, Indonesia juga menempati urutan keempat sebagai konsumen terbesar alas kaki dengan share sebesar 4,5 persen. Sedangkan di tahun 2019 atau setelah sejumlah negara di dunia terimbas wabah virus corona, Indonesia menempati peringkat ketiga ekspor alas kaki.

“Berbeda dengan Vietnam, Indonesia bersama China dan India, selain sebagai eksportir terbesar alas kaki, ketiga negara ini juga menjadi konsumen terbesar. Selama ini, alas kaki dari Indonesia yang banyak diekspor adalah jenis sepatu sport,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam.

Untuk mendorong agar industri alas kaki dalam negeri dapat terus bertahan di masa pandemi Covid-19 ini, pemerintah telah menyiapkan insentif dan kebijakan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) RI No.1 tahun 2020.

“Dimasa pandemi ini, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif, seperti fasilitas kepabeanan, penurunan tarif PPh Badan secara bertahap, penyesuaian tarif PPh Badan Go Public (Tbk), relaksasi administrasi perpajakan, pengenaan pajak pada kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik, insentif fiskal, stimulus atau insentif lainnya yang sudah diakomodir, pembebasan bunga pinjaman dan angsuran pinjaman dalam jangka waktu tertentu dan relaksasi izin impor bahan baku industri selama masa darurat Corona,” sebut Khayam.

Dirjen IKFT juga mengemukakan, sejumlah usulan stimulus yang masih dalam pembahasan, di antaranya penundaan pembayaran BPJS Ketenagakerjaan, soft loan dari pemerintah untuk membantu cashflow perusahaan, keringanan pembayaran atau subsidi listrik bagi industri terdampak, memberikan insentif Kemudahan Lokal Tujuan Ekspor (KLTE) dan Kemudahan Lokal Tujuan Lokal (KLTL) untuk bahan baku dari dalam negeri dengan memanfaatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Selain itu, penundaan pembayaran tarif PLN untuk enam bulan ke depan (April sampai September 2020) dengan jaminan cicilan berupa giro mundur selama 12 bulan dan pemberian diskon tarif waktu beban idle, yaitu puku 22.00 sampai 06.00 sebesar 50 persen.

Investasi melonjak

Sementara itu, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengemukakan, nilai investasi di sektor alas kaki nasional sepanjang Januari-September 2020 melonjak 25,70% menjadi Rp 2,81 triliun dibanding periode sama tahun lalu Rp 2,23 triliun. Pandemi Covid-19 tidak menghalangi investor untuk menanamkan modalnya ke sektor padat karya tersebut.

“Kenaikan investasi terutama untuk industri alas kaki yang berorientasi ekspor, karena order dari buyer terus tumbuh meski ada pandemi,” kata Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri.

Adanya pandemi Covid-19, lanjut Firman, membuat beberapa negara tujuan ekspor mengalihkan sebagian ordernya dari Tiongkok ke Indonesia untuk mengurangi risiko ketergantungan terhadap satu negara. “Sehingga, ada kenaikan order yang masuk,” ujar dia.

Firman menjelaskan, peningkatan order tersebut mendorong investor untuk melakukan penambahan kapasitas produksinya, sehingga ada investasi baru. Penambahan investasi ini terjadi baik dalam bentuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun pen-anaman modal asing (PMA).

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi dalam bentuk PMDN di sektor alas kaki nasional sepanjang Januari-September 2020 mencapai Rp 215,3 miliar pada 134 proyek. Angka itu melonjak 391,21% dibanding periode sama 2019 yang sebesar Rp 43,83 miliar dengan 41 proyek.

Sementara itu, investasi asing yang masuk ke sektor alas kaki sepanjang Januari-September 2020 telah mencapai US$ 176,3 juta pada 469 proyek. Angka ini naik 18,38% dibanding Januari-September 2019 yang sebesar US$ 148,92 juta dalam 229 proyek.

Firman berharap, iklim investasi dan ekspor alas kaki nasional akan semakin membaik ke depannya. Terlebih dengan diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja dan rencana pemberian vaksin Covid-19, yang akan memberikan harapan baru bagi pemulihan ekonomi nasional. “Kita berharap kondisi bisa pulih di tahun 2021, sehingga investasi dan penjualan alas kaki bisa tumbuh dengan lebih baik lagi,” ujar dia.

Merujuk laporan World Foot-wear Yearbook tahun 2019, Indonesia merupakan pusat produksi alas kaki terbesar keempat di dunia dengan total produksi mencapai 1.271 juta pasang alas kaki. Indonesia juga merupakan negara eksportir produk alas kaki terbesar ketiga di dunia, dengan total 406 juta pasang alas kaki.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin, Elis Masitoh mengatakan, pihak Kemenperin juga akan menggencarkan promosi produk sepatu dalam negeri melalui virtual exhibition. “Ditindaklanjuti dengan online sistem marketing serta mendorong pengadaan sepatu untuk pemerintah dengan menggunakan produksi dalam negeri dan menggalakkan hari sepatu nasional,” ujarnya.

Selain industri alas kaki, kinerja industri penyamakan kulit diramalkan positif pada akhir 2020. Elis menyatakan bahwa industri penyamakan kulit pada akhir 2020 akan tumbuh maksimal 1 persen dari realisasi 2019. Adapun, laju pertumbuhan lapangan usaha industri kulit per 2019 terkoreksi 0,99 persen.

“Semuanya tergantung dengan [penanganan] Covid-19 ini apakah [puncak penyebarannya] sampai akhir tahun atau akhir bulan ini,” ujarnya. Elis mendata utilisasi industri penyamakan kulit terpukul cukup berat. Menurutnya, pandemi Covid-19 membuat kegiatan produksi di seluruh pabrikan kulit berukuran besar tidak ada, tapi utilisasi di pabrikan kulit berukuran kecil justru naik ke level 80 persen. Kulit berukuran besar merupakan bahan baku bagi industri alas kaki, sedangkan kulit berukuran kecil menjadi bahan baku bagi industri tekstil yang diolah menjadi tas, dompet, jaket, atau sarung tangan. Berdasarkan data Kemenperin, kapasitas terpasang pada industri kulit berukuran besar mencapai 3,5 juta lembat atau 140 juta kaki persegi. Adapun, kapasitas terpasang industri kulit berukuran kecil mencapai 20 juta lembar atau 100 juta kaki persegi.

Back To Top