Menjalin Konektivitas Industri Tekstil Dengan Hub Online

Oleh: Andi Susanto
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor yang terus digenjot kinerjanya lantaran punya peran penting sebagai penyumbang devisa ekspor. Namun demikian, guna menggenjot daya saing sektor IKFT, dibutuhkan konektivitas – link and match yang baik antara industri kain dengan industri garmen.
Kementerian Perindustrian telah memprioritaskan pengembangan industri TPT karena kontribusinya sebagai penyumbang ekspor dan penyerap tenaga kerja. Industri TPT menjadi sektor prioritas dan andalan sebagaimana tercantum dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035.
Industri TPT juga menjadi salah satu dari tujuh sektor yang mendapat prioritas pengembangan sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0, bersama dengan dengan industri kimia, elektronik, makanan dan minuman, otomotif, farmasi, serta alat kesehatan.
Salah satu langkah dari beberapa strategi prioritas dalam rangka implementasi program Making Indonesia 4.0 adalah penerapan perbaikan alur material. Strategi tersebut juga didukung oleh program Kementerian Perindustrian dalam melakukan substitusi impor 35% sampai tahun 2022, termasuk juga pada industri TPT.
Prioritas di industri TPT didasari oleh impor kain yang menjadi penyumbang defisit perdagangan tertinggi pada sektor tersebut. Di sisi lain, pakaian jadi merupakan komoditas andalan ekspor di industri TPT, di mana bahan bakunya lebih banyak berasal dari impor. Hal ini menunjukkan belum terjadi konektivitas – link and match antara industri kain dengan industri garmen sehingga diperlukan platform khusus (textile hub) yang menjadi sarana menghubungkan antara industri kain dengan industri garmen dalam negeri termasuk sektor IKM, desainer, bahkan buyer luar negeri.
Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil berpendapat bahwa dalam meningkatkan daya saing industri TPT di Indonesia langkah mendesak yang perlu segera dilakukan adalah memangkas biaya produksi agar dapat bersaing di pasar serta memanfaatkan teknologi informasi untuk membuka pasar-pasar baru, terutama saat turunnya daya beli masyarakat yang lebih rendah akibat Covid-19. Selain itu, masing-masing pengusaha juga harus mulai meningkatkan penetrasi pasar dalam negeri agar ketergantungan impor khususnya pada kain dapat segera teratasi.
PLATFORM ISTIH
Kemenperin, dalam hal ini Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) sedang mengembangkan Indonesia Smart Textile Industry Hub atau yang disingkat dengan ISTIH sebagai tindak lanjut penyelesaian permasalahan tersebut.
ISTIH diharapkan dapat menjadi media online yang menghubungkan industri kecil menengah dengan industri besar, sehingga minimum quantity yang ditentukan oleh industri besar dapat terpenuhi oleh industri kecil menengah yang sama yang dikumpulkan atau dikelola melalui platform tersebut.
Dirjen IKFT Kemenperin, Muhammad Khayam menyampaikan bahwa dengan adanya platform ISTIH ini diharapkan dapat menjadi sarana pemenuhan atas kebutuhan dari sisi permintaan industri garmen yang dapat terinformasi kepada produsen industri pembuatan kain, sehingga spesifikasi, kebutuhan, dan quantity dapat menjadi pendorong investasi dan R&D pada industri kain.
Saat ini, pemerintah terus mendorong agar lebih banyak pelaku usaha TPT yang masuk dalam ISTIH. Pasalnya dari sekitar 6.000 pelaku usaha TPT di seluruh Indonesia, masih sangat sedikit industri yang tergabung di dalam ISTIH ini.
Menurut Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki, Elis Masitoh, hingga saat ini baru 425 industri yang masuk dalam platform ISTIH, termasuk di dalamnya juga terdapat 150 industri produsen APD, masker, dan bahan bakunya. ISTIH ini bukan hanya platform yang mendata produksi hulu dan hilir tetapi dashboard TPT yang realtime dengan sistem marketplace untuk B2B.
Pada tahun 2021, ISTIH akan terus disempurnakan dengan melakukan integrasi dengan sistem logistik 4.0, sosialiasi kepada buyer luar negeri dan dalam negeri, desainer dan IKM melalui buyer forum dan seminar, melakukan survey terhadap perusahaan produsen benang dan serat (130 perusahaan) serta integrasi dengan material center untuk melayani IKM dan desainer atau pembeli langsung.
ISTIH juga akan terus dioptimalisasi guna melancarkan target subtitusi impor industri TPT hingga 35 persen pada 2022, sehingga memungkinkan terjadinya efisiensi rantai pasok bahan baku untuk industri kecil yang biasanya harus membeli melalui agen atau pedagang.
Harapannya, melalui platform ISTIH ini persoalan kontinyuitas bahan baku industri hilir hingga keterbatasan akses dan informasi produsen hulu yang dialami oleh industri dapat dijembatani. Pengembangan ISTIH juga akan membantu industri TPT dalam membaca supply demand TPT sehingga dapat mendudukkan kembali sebenarnya berapa kebutuhan impor kita yang memang tidak bisa dipenuhi dalam negeri dan menghindari terjadinya penyalahgunaan impor.
Pada tahun 2020, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), potret kinerja industri TPT menunjukkan terjadi kontraksi pertumbuhan sebesar -8,88% pada tahun 2020. Namun demikian, kontribusinya terhadap PDB sektor industri pengolahan nonmigas masih cukup tinggi sebesar 6,76 persen. Sementara untuk kontribusi terhadap PDB nasional, industri TPT menempati urutan keempat dengan kontribusi sebesar 1,21 persen.
Dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, industri TPT nasional ditargetkan masuk ke dalam jajaran lima besar pemain dunia pada tahun 2030. Daya saing industri ini perlu terus dipacu agar target menjadi pemain besar dunia pada tahun 2030 dapat tercapai, mengingat ekspor TPT yang mengalami kontraksi pada tahun 2020 menjadi USD10,55 miliar atau turun 17,7% akibat adanya pandemi Covid-19. Selain itu, industri TPT penting untuk dipertahankan kinerjanya mengingat 3,6 juta orang menggantungkan nasib pada industri tersebut.