skip to Main Content

Kebijakan, Penganggaran Dan Strategi Implementasi Making Indonesia 4.0 Sektor Tekstil Dan Busana

Oleh : Andi Susanto, Fungsional Analis Anggaran Ahli Muda
Direktorat Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki

 

Saat ini industri berproduksi dengan menghadapi kompetisi global dan membutuhkan kecepatan adaptasi dari sisi produksi untuk memenuhi permintaan pasar yang sangat cepat berubah. Hal ini hanya bisa didapatkan dengan melakukan pengembangan yang ekstrim terhadap teknologi manufaktur saat ini. Industri 4.0 menjanjikan pendekatan berbasis pada integrasi bisnis dengan proses manufaktur  seperti halnya integrase actor dalam value chain. Fourth Industrial Revolution (“4IR”) atau Revolusi Industri 4.0 tidak hanya berpotensi luar biasa dalam merombak industri, tapi juga mengubah berbagai aspek kehidupan manusia. Kita telah melihat banyak negara, baik negara maju maupun negara berkembang, yang telah memasukkan gerakan ini ke dalam agenda nasional mereka sebagai salah satu cara untuk meningkatkan daya saing di kancah pasar global. Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa  potensi  manfaat Industri 4.0 adalah perbaikan kecepatan dan fleksibilitas produksi,    peningkatan layanan kepada pelanggan dan peningkatan pendapatan.   Terwujudnya potensi  manfaat  tersebutakan  memberi  dampak  positif terhadap perekonomian suatu negara.

Bagi Indonesia, fenomena 4IR memberikan peluang untuk merevitalisasi sektor Manufaktur Indonesia dan menjadi salah satu cara untuk mempercepat pencapaian visi Indonesia untuk menjadi 10 ekonomi terbesar di dunia. Penerapan 4IR membuka peluang untuk merevitalisasi kembali Industri manufaktur nasional, meningkatkan produktifitas pekerja, mendorong ekspor netto, serta membuka sekitar 10 juta lapangan pekerjaan tambahan yang akan menjadi landasan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk menuju 10 ekonomi terbesar di dunia.

Kementerian Perindustrian telah menyusun inisiatif “Making Indonesia 4.0” untuk mengimplementasikan strategi dan Peta Jalan 4IR di Indonesia serta memberikan arah dan strategi yang jelas bagi pergerakan industri Indonesia di masa yang akan datang meliputi lima sektor yang menjadi fokus yaitu : makanan dan minuman, tekstil dan apparel, otomotif, kimia dan elektronik melalui 10 agenda prioritas. 5 Sektor ini dipilih karena memiliki dampak ekonomi yang cukup besar khususnya terhadap PDB, perdagangan, multiplier effect terhadap industri lain, besaran investasi, dan kecepatan penetrasi pasar serta tingkat kemudahan dalam implementasi dari teknologi. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) atau disebut juga industry tekstil dan apparel dipilih sebagai salah satu sektor prioritas karena berkontribusi 7 persen dari PDB manufaktur, 15 persen dari ekspor manufaktur, dan 20 persen dari tenaga kerja manufaktur pada tahun 2016. Adopsi 4IR di sektor ini akan membuat Industri TPT di Indonesia mampu mempertahankan dan meningkatkan daya saingnya di pangsa pasar global (Kementerian Perindustrian, 2019).

Ekspor TPT pada tahun 2021 mencapai US$ sebesar US$ 13,02 miliar dan menyerap tenaga kerja sejumlah 3,65 juta orang. Walaupun pada tahun 2020 dan 2021 pertumbuhannya terkontaksi akibat pandemi covid-19, namun Kinerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) sampai dengan Tw I 2022 mengalami perkembangan yang sangat menggemberikan dimana pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi menjadi salah satu industri dengan pertumbuhan tertingggi sebesar 12,45% (YoY) dengan kontribusi terhadap PDB Non Migas sebesar 6,12%.

Di sisi lain ekspor TPT sampai dengan bulan Maret 2022 juga mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 28,0% menjadi USD 3,82 miliar terutama didorong oleh peningkatan ekspor pakaian jadi dan benang. Dari sisi investasi industri TPT juga mengalami pertumbuhan yang baik di Tw I 2022 dengan nilai investasi sebesar Rp 2,41 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 8,07%

 

Kebijakan, Program dan Alokasi Anggaran Making Indonesia 4.0 Sektor Tekstil dan Busana

Pemerintah Indonesia sendiri, dalam Roadmap Making Indonesia 4.0, menyatakan bahwa industri tekstil dan apparel diarahkan untuk : (1)  sektor   hulu,   fokus   pada  produksi  serat  kimiawi  dan  bahan pakaian dengan biaya yang lebih    rendah    dan    berkualitas    tinggi   untuk   meningkatkan   daya   saing   di   pasar   global.   (2)   Meningkatkan   produktifitas   manufaktur  dan  buruh  melalui  penerapan  teknologi,  optimalisasi  lokasi  pabrik  serta  pening-katan  ketrampilan.  Lebih  lanjut,  seiring  dengan  pertumbuhan  ekonomi  dan  pergeseran  permintaan  dari  pakaian  dasar  (basic  clothing)  menjadi  pakaian  fungsional,  seperti  baju  olahraga,  Indonesia  harus  mampu  untuk  (3)  membangun  kemampuan  produksi  functional clothing dan (4) meningkatkan skala ekonomi untuk memenuhi permintaan functional clothing yang terus berkembang, baik di pasar domestik maupun ekspor. Untuk kemudian pada tahun 2030 industri tekstil dan apparel dapat menjadi  pemimpin dalam produksi pakaian “fungsional” di dunia (Kementerian Perindustrian, 2019).

Pemerintah juga telah menetapkan 10 agenda prioritas dalam rangka Making Indonesia 4.0  untuk 5 industri prioritas termasuk tekstil dan apparel yaitu : (1) perbaikan alur aliran barang dan material, (2) desain ulang zona industry, (3) mengakomodasi standar-standar keberlanjutan (sustainability), (4) memberdayakan UMKM, (5) membangun infrastruktur digital nasional, (6) menarik minat investasi asing, (7) peningkatan kualitas SDM, (8) pembangunan ekosistem inovasi (9) insentif untuk investasi teknologi dan (10) harmonisasi aturan dan kebijakan.

Sebagai salah satu sektor prioritas dalam Making Indonesia 4.0, Kementerian Perindustrian telah menyiapkan beberapa langkah strategis guna mengimplementasikan tekstil dan apparel 4.0, Progarm yang telah kami siapkan pada tahun 2019-2020 adalah:

  • Pendampingan Pilot Project dan lighthouse Industri TPT 4.0 (Implementasi Inisiatif Strategis 6)

Kementerian Perindustrian terus berupaya mengakselerasi penerapan industri 4.0 di industri tekstil dan busana.  Salah satu langkah akselerasi  yang dilakukan untuk sektor tekstil dan busana adalah dengan mendorong beberapa  perusahaan industri tekstil dan busana untuk melakukan transformasi serta menjadi calon lighthouse Industri 4.0, sehingga menjadi contoh bagi perusahaan/industri manufaktur yang lain untuk dapat mengambil manfaat positif dari penerapan Industri 4.0. Lighthouse nasional industri 4.0 sektor tekstil dan busana diharapkan akan menjadi role model sekaligus juga mitra dialog pemerintah dalam implementasi Industri 4.0 di Indonesia.

Proses transformasi dan Lighthouse Industry 4.0 didasari pada sejumlah aspek transformasi digital yang dilakukan perusahaan pada beberapa tahap, diantaranya pendefinisian komitmen dari manajemen puncak ke level paling bawah dan perumusan target perusahaan secara jelas, pengembangan kompetensi digital dengan mengubah midset, budaya kerja dan organisasi menuju digital attitude, serta scalling up melalui pengembangan kemampuan dan adopsi operasional yang baru dan efisien untuk diterapkan di lingkungan perusahaan. Lighthouse Nasional Industri 4.0 sektor tekstil dan busana juga diharapkan mampu menujukan manfaat finansial dan operasional yang terukur atas implementasi industri 4.0 antara lain pada: peningkatan produktivitas (produktivitas karyawan, produktivitas proses produksi, dll), peningkatan efisiensi kerja, penurunan penggunaan energi, penurunan biaya operasional (biaya produksi, biaya maintenance, biaya rework, biaya scrap dll), dan peningkatan kualitas (pengurangan defect, pengurangan rework dll) sebagaimana diprasyaratkan sebagai lighthouse nasional 4.0.

Untuk mendorong terciptanya proses transformasi pada industri-industri yang membutuhkan pendampingan serta untuk persiapan akhir calon lighthouse nasional 4.0 sektor tekstil dan busana, maka Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki melanjutkan Kembali Kegiatan Bimbingan Teknis Lighthouse & Pendampingan Transformasi Industri 4.0 Sektor Tekstil Dan Busana

  • Perbaikan Alur Aliran Material melalui Pembangunan Indonesia Smart Textile Industry Hub (implementasi Inisiatif Strategis 1)

Membangun konektivitas antara industri produsen bahan baku dengan industri pengguna bahan baku dalam negeri pada industri TPT merupakan agenda penting Making Indonesia 4.0 sektor Tekstil dan busana. Konektivitas antar industri salah satunya dapat dilakukan melalui platform marketplace khusus industri TPT yang diharapkan dapat meningkatkan penyerapan bahan baku hasil produksi dalam negeri untuk industri pengguna bahan baku baik domestik maupun ekspor. Platform ini diharapkan dapat menyederhanakan rantai pasokan bahan baku industri dengan memfasilitasi transaksi business to business antara pembeli dan penjual di industri manufaktur. Platform ini diharapkan menjadi sumber informasi yang lengkap khususnya :

  1. Sisi suplly, yaitu kemampuan dari industri dalam negeri untuk memproduksi baik dari sisi jenis, spesifikasi, kuantitas, sampel yang lengkap, lama produksi dll. Sehingga diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan sarana sourcing bahan baku yang lengkap yang dapat dimanfaatkan oleh industri pengguna bahan baku.
  2. Menjadi media online yang menghubungkan antara industri kecil dan menengah dengan industri besar, sehingga minimum quantity yang ditentukan oleh industri besar dapat terpenuhi dengan permintaan industri kecil menengah yang sama yang dikumpulkan/dikelola melalui platform ini.
  3. Pemenuhan atas kebutuhan dari sisi permintaan (demand) industri garmen, sehingga spesifikasi, kebutuhan, quantity yang dibutuhkan dapat terinformasi kepada produsen industri pembuatan kain. Dari informasi permintaan ini industri dalam negeri dapat melakukan pengembangan/diversifikasi produk atau penambahan kapasitas sesuai dengan permintaan yang ada.
  4. Platform ini juga diharapkan dapat dikolaborasikan untuk industri kecil dan menengah dan desainer, untuk menyuplai kebutuhan kain sesuai dengan spesifikasi dan jumlah yang diminta.

Pada tahun 2019 Kementerian Perindustrian telah membangun sistem Indonesia Smart Textile Industry Hub (ISTIH) yang menjadi cikal bakal konektivitas antara industri kain dan garmen dalam rangka mengurangi impor dan meningkatkan pasokan bahan baku dari sumber dalam negeri.  Pada tahun 2020 dan 2021 Link and match serta business matching didalam ISTIH diperluas untuk pasokan bahan baku semakin ke hulu agar suplai dari industri serat, benang dan kain dalam negeri dapat terpotret secara lengkap, sebagai sarana substitusi impor. Salah satu program yang dibangun oleh Kementerian Perindustrian adalah menyusun ISTIH untuk Industri Alat Pelindung Diri (APD) dan Masker sebagai upaya penyesuaian kondisi pandemi Covid-19 pada tahun 2020.

Dengan platform yang lengkap dari hulu ke hilir dan dimasukkannya industri pakaian jadi dalam platform ini, serta didiseminasikan dalam bussines forum/business matching/promosi kepada buyer di dalam dan di luar negeri, diharapkan dapat meningkatkan penggunaan produksi dari dalam negeri serta dapat mendongkrak ekspor

  • 4IR Technologies Incentives melalui Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan TPT 4.0 (Implementasi Inisiatif Strategis 9)

Program ini merupakan kelanjutan  dari Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan yang dilakukan pada industri TPT, Alas kaki dan Kulit yang dilakukan pada tahun 2007-2015 yang terbukti memberikan dampak positif terhadap kinerja industri dengan penambahan investasi mesin/peralatan sebesar Rp 13,82 triliun, peningkatan kapasitas produksi pada industri TPT sebesar 21,75%, peningkatan realisasi produksi 21,22% efisiensi energi sebesar 11,86%, peningkatan volume penjualan baik dalam negeri maupun ekspor sebesar 6,65% dan penambahan jumlah tenaga kerja sebanyak 28.295 orang.

Program ini juga telah dilaksanakan kembali sejak tahun 2021 dengan fokus pada Industri Penyempurnaan Kain dan Industri Pencetakan Kain serta mesin/peralatan dengan teknologi 4.0 yaitu yaitu artificial intelligence, internet of things, augmented reality/virtual reality, advanced robotics, 3D printing dan/atau machine to machine communication. Dari alokasi anggaran yang tersedia sebesar Rp 3 miliar terdapat 8 (delapan) perusahaan yang juga terbukti meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kualitas produk.

Program ini juga dilakukan dengan berpedoman pada UU No 3 Tahun 2014, RIPIN & KIN sebagai stimulus dari Pemerintah untuk mendorong industri mengimplementasikan Industri 4.0, memperkuat struktur industri TPT, dimana impor kain saat ini merupakan penyumbang defisit paling besar disektor TPT, serta sebagai tindak lanjut Program Citarum Harum melalui investasi mesin peralatan dyeing, printing dan finishing yang lebih modern sehingga limbah yang dikeluarkan akan lebih sedikit (liquor ratio kecil)  dan lebih ramah lingkungan

  • Pilot Project Daur Ulang Dan Circular Economy Dalam Rangka Sustainibility (Implementasi Inisiatif Strategis 3)

Perputaran fesyen dunia berubah sangat cepat. Tidak hanya melihat musim, namun fesyen juga terus berganti setiap saat. Pesatnya perkembangan industri tekstil juga akan berbanding lurus dengan pencemaran lingkungan yang dihasilkan. Kesadaran akan pengembangan produk yang berkelanjutan memunculkan tren sustainable textile, dengan menerapkan circular economy “salah satunya adalah tren pemanfaatan kembali limbah pakaian bekas sebagai bahan baku industri tekstil maupun industri lainnya”

Sebagai Langkah implementasi sustainibility dan circular economy serta pemenuhan terhadap kecenderungan global yang mengarah, Pilot Project Inovasi Daur Ulang Pengolahan Pakaian Bekas Dalam Rangka Circular Economy, pelaksanaan juga dilakukan dengan melakukan pendampingan kepada industri secara langsung sekaligus melatih dan menetapkan manajer-manajer keberlanjutan

  • Training Manajer Transformasi 4.0 Pada Industri Tpt (Inisiatif Strategis 7)

Kegiatan ini bertujuan untuk memicu percepatan transformasi industri 4.0 pada industri TPT dengan menciptakan agen transformasi di setiap perusahaan setingkat manajer atau lebih tinggi sehingga dapat memberikan masukan kepada Pimpinan perusahaan bahkan menjadi leader dalam proses transformasi 4.0 di perusahaan

  • Verifikasi Indi 4.0 & Asesmen Dalam Rangka Indi Awards

Dalam rangka mendorong industri bertransformasi ke Industri 4.0, Kementrian Perindustrian merasa perlu adanya sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesiapan industri di Indonesia. Oleh sebab itu disusunlah sebuah indeks yang bernama Indonesia Industry 4.0 Readiness Index atau yang disingkat dengan INDI 4.0.

INDI 4.0 merupakan sebuah indeks acuan yang digunakan oleh industri dan pemerintah untuk mengukur tingkat kesiapan industri menuju Industri 4.0. Hasil dari pengukuran dengan indeks ini kemudian dijadikan acuan dalam mengidentifikasi tantangan, menentukan strategi dan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan pemerintah untuk mendorong industri bertransformasi menuju Industri 4.0. Selain itu, dengan INDI 4.0 diharapkan adanya standar baku yang berlaku nasional yang dijadikan ukuran untuk menilai kesiapan industri dalam negeri.

Dalam INDI 4.0 ada lima pilar yang diukur, yaitu: manajemen dan organisasi (management and organization), orang dan budaya (people and culture), produk dan layanan (product and services), teknologi (technology), dan operasi pabrik (factory operation). Kemudian dari kelima pilar tadi dibagi lagi menjadi 17 bidang. Dari 17 bidang inilah yang dijadikan acuan untuk mengukur kesiapan industri di Indonesia untuk bertransformasi menuju Industri 4.0.

Dari system yang telah dibuat Kementerian Perindustrian melalui intranew diperoleh bahwa dari 5.863 perusahaan industri besar sedang hanya 139 perusahaan yang telah mengisi INDI. Hal ini menjadi kesulitan tersendiri bagi pemerintah maupun stakeholder industri TPT untuk mengetahui level atau kesiapan industri dalam mengimplementasikan industri 4.0. dengan sedikitnya perusahaan yang mengisi maka gambaran kesiapan industri secara keseluruhan kurang terwakili. Disisi lain industri yang telah mengisi pun belum dilakukan verifikasi oleh tenaga ahli yang kompeten atas hasil penilaian INDI yang dilakukan secara self assessment.

Oleh karena itu dalam rangka percepatan terhadap assesmen kesiapan industri TPT, maka diperlukan  Penilaian Verifikasi dan Validasi INDI industri Tekstil Kulit dan Alas Kaki.

  • Penyiapan Apparel Park di KIT Batang (Implementasi Inisiatif Strategis 2)

Batang Apparel Park akan di jadikan pilot project utk Textile Park selain di Brebes, Karawang dan Riau. Oleh karena itu membutuhkan kekompakan dan komitmen industri lokal

  • Harmonisasi Kebijakan dan Upaya Pengendalian Impor (Implementasi Inisiatif Strategis 10)

Harmonisasi tarif pada industri hulu-hilir TPT perlu diperbaiki seiring dengan imbalance tarif dengan telah diimplementasikannya beberapa perjanjian perdagangan serta telah diberlakukannya pengenaan bea masuk anti dumping pada industri hulu serta pengenaan safeguard pada produk benang, kain dan tirai pakaian dan aksesorui pakaian.

Dalam rangka harmonisasi kebijakan dilakukan beberapa kegiatan untuk mendukung inisiatif strategis ini yaitu : 1) pelaksanaan Program Subtitusi Impor 35% Tahun 2022, untuk mendorong peningkatan utilisasi industri existing sekaligus peningkatan investasi di Indonesia, baik Investasi baru maupun perluasan, 2) Pengembangan neraca komoditas dan perbaikan rantai pasok bahan baku, 3) Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu untuk Industri, termasuk di dalamnya industri hulu tekstil, 4) Pengendalian impor dan pengenaan trade remedies industri TPT sebagai Langkah pengamanan pasar dalam negeri, melalui pengendalian impor TPT dan pelaksanaan Verifikasi Kemampuan Industri sesuai Permendag 20 Tahun 2021, pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) pada PSF dan SDY, pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP)/ safeguard pada produk benang, kain, tirai dan pakaian jadi serta aksesoris pakaian, 5) Pemberian bea masuk di tanggung pemerintah (BMDTP) untuk industri polyester dan karpet, 6) Program P3DN & promosi dengan sertifikasi gratis produk industri promosi melalui pameran dan kampanye #banggabuatanindonesia & mendorong implementasi IEU-CEPA.

 

Pengalokasian Anggaran Pada Major Project Making Indonesia 4.0 Sektor Tekstil dan Busana

Untuk mendukung pelaksanaan Program-Program Tersebut Direktorat Industri Tektil, kulit dan Alas Kaki telah mengalokasikan penganggaran untuk implementasi Major Project Industri 4.0 di tahun 2019 sampai dengan tahun 2022, adapun rincian alokasi anggaran beserta target yang di alokasikan adalah sebagai berikut :

Usulan Penyempurnaan Pelaksanaan Making Indonesia 4.0

Dalam rangka menyempurnakan serta mempertajam rencana kerja major project industri 4.0 sektor tekstil dan busana berikut beberapa rekomendasi yang diharapkan memberikan dampak terhadap capaian kinerja major project industri 4.0 :

  1. Sistem dan Mekanisme pendampingan industri yang berkelanjutan perlu disusun dengan menyesuaikan karakter industri. Adapun tahapan pendampingan meliputi dan tidak terbatas pada awareness, assessment, bimbingan teknis, project improvement, solution serta monitoring dan evaluasi (monev). Selain itu, diperlukan laboratorium untuk menentukan model dan bentuk pendampingan.
  2. Pendampingan industri berfokus pada identifikasi titik kunci atau common pain point untuk akselarasi transformasi industri 4.0.
  3. Pendampingan industri diarahkan pada inisiasi small project (jenis solusi dengan skala mikro tapi memiliki dampak yang besar) yang bertujuan meningkatkan motivasi dan komitmen perusahaan untuk transfomasi industri 4.0.
  4. Pendampingan industri bersifat pengawalan atas continuous improvement yang dilakukan oleh industri sebagai bagian dari proses transformasi.
  5. Industri yang difasilitasi melalui pendampingan kiranya diwajibkan merumuskan roadmap transformasi sebagai salah satu toolmonev progress kemajuan transformasi industri 4.0 serta wajib menyampaikan ketercapaian target capaian dari roadmap yang disusun.
  6. Penganggaran untuk insentif industri 4.0 melalui restrukturisasi mesin/peralatan perlu di tingkatkan setidaknya Rp 100 miliar pertahun agar dampak yang dirasakan dapat lebih besar.
  7. Pilot Project Sustainibility dan Circular Economy perlu dilakukan dengan format pendampingan dan 1 lighthouse sehingga dapat menjadi benchmark bagi industri lainnya.
Back To Top