skip to Main Content

Kebijakan Penganggaran Dan Strategi Mendorong Implementasi Sustainable Fashion Dan Circular Economy Pada Industri Tekstil Dan Produk Tekstil

Oleh : Andi Susanto, Fungsional Analis Anggaran Ahli Muda
Direktorat Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki

Industri tekstil dan produk tekstil menjadi bagian terpenting dari berkembangnya industri fesyen di seluruh dunia. Sejak tahun 2000, peningkatan konsumsi fesyen meningkat hampir 60% setiap tahunnya disebabkan pola dan gaya hidup konsumen yang tidak lagi menggunakan dan menyimpan pakaian dalam waktu yang lama demi mengikuti tren dan terus tampil kekinian. Hal inilah yang membuat industri fesyen termasuk didalamnya industri tekstil dan produk tekstil terus berkembang pesat bahkan menjadi industri andalan sebagai penopang ekspor dan penyerap tenaga kerja di beberapa negara termasuk di Indonesia.

Melonjaknya konsumsi fesyen juga sangat erat kaitannya dengan diterapkannya strategi bisnis fast fashion oleh beberapa brand terkemuka yang berorientasi pada produksi dalam kuantitas yang terbatas untuk model tertentu dalam jangka waktu yang pendek. Stok yang terbatas ini membuat konsumen sadar bahwa jika mereka tidak membeli pakaian tersebut sekarang, maka mungkin saja mereka akan kehabisan stok. Repson psikologis ini lah yang membuat fast fashion memiliki omset tinggi dan digandrungi oleh konsumen. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa kemunculan fast fashion mendukung gaya hidup konsumtif karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan pakaian dari designer, namun dengan model yang selalu baru.

Di sisi lain, peningkatan konsumsi fashion yang terus meningkat berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dari limbah yang dihasilkan. Sebuah laporan dari Ellen MacArthur Foundation (EMF) pada tahun 2017 menyoroti bahwa satu truk sampah tekstil terbuang per detik. Pengelolaan limbah fesyen yang kurang baik tidak dapat dihindari nantinya akan berdampak terhadap industri fesyen dan pendukungnya karena stigma negatif sebagai industri penghasil sampah. Hal ini tentunya harus dihindari mengingat industri tekstil dan fashion menjadi sumber penggerak ekonomi dan penyerap tenaga kerja di beberapa negara.

Berangkat dari permasalahan tersebut, para desainer fesyen kini mulai untuk berkomitmen mengurangi limbah dengan produksi less waste atau zero waste, diantaranya melalui konsep sustainable fashion. Industri fashion mulai menerapkan pada prinsip Circular Fashion System, yang mengedepankan konsep recyclable material dalam proses desain dan produksi yang melibatkan lebih dari 142 merk fesyen di dunia.

Industri Tekstil Indonesia menuju industri yang berkelanjutan dengan penerapan sustainable fashion,

Pemerintah juga menaruh perhatian besar pada penerapan konsep sustainability dan circular economy di Indonesia. Dalam Musrenbangnas 2021, Bapak Presiden menyampaikan bahwa pengembangan ekonomi hijau dan biru (green economy dan blue sustainable economy), percepatan transformasi energi baru dan terbarukan (EBT) dan penguatan green economy, green technology, dan green product perlu segera diimplementasikan. Dalam arah kebijakan industri hijau dan berkelanjutan, perubahan paradigma dari konsep ekonomi linear menjadi ekonomi sirkular juga perlu dilakukan.

Penerapan circular economy selain memberikan dampak positif terhadap lingkungan juga memberikan dampak positif terhadap efisiensi dan keberlanjutan dari sumber daya serta substitusi bahan baku impor, cost saving dari efisiensi bahan baku, energi, air, dan pengelolaan limbah serta emisi. Di samping itu, citra perusahaan dan acceptancy produk akan meningkat seiring tren green lifestyle dan green consumerism. Di sisi lain, konsumen juga diuntungkan dengan adanya produk yang awet/ tahan lama dan inovatif serta dapat meningkatkan quality of life serta lingkungan yang lebih sehat, minim sampah, dan rendah polusi.

Khusus untuk industri Tekstil di Indonesia, konsep sustainable fashion untuk meningkatkan daya saing industri tekstil dan pakain di masa depan menjadi agenda prioritas yang perlu segera diimplementasikan. Konsep Sustaineble fashion di Indonesia telah dimulai dari penggunaan renewable fiber  rayon dari traceable woods, sustainable forestry & ecofriendly production, Recycle-PSF (dari limbah plastik), Sisa tekstil (sisa benang, kain, pakaian dll), atau bahan baku tekstil ramah lingkungan lainnya kemudian diproduksi menjadi benang-kain-garment. Sustainable fashion sebagai bagian dari industri hijau telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian serta dalam Roadmap Making Indonesia 4.0, RIPIN dan KIN 2020-2024

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian, menyadari bahwa potensi pasar global tekstil daur ulang sangat prospektif dimana nilanya mencapai $5,6 miliar pada 2019 dan diperkirakan akan mencapai $7,6 miliar pada 2027 dengan proyeksi pertumbuhan 3,6% dari 2020 hingga 2027. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian bersama dengan asosiasi dan beberapa pelaku usaha saat ini sedang menyiapkan implementasi proyek daur ulang pakaian bekas berupa feasibility study dan pilot project di beberapa industri. Komunikasi juga telah dilakukan dengan beberapa brand terkemuka, salah satunya H&M  terkait dengan konsep collecting pakaian bekas agar proses pemisahan dan pengolahannya menjadi lebih mudah.

Sebelumnya, ketika kita melakukan daur ulang pakaian, kain tidak lagi diproses menjadi t-shirt atau celana baru sesuai dengan bentuk asalnya namun diubah menjadi fungsi yang lain seperti kain lap atau isolasi. Namun perkembangan teknologi saat ini memungkinkan sisa pakaian dapat diubah kembali menjadi produk pakaian yang baru atau sering disebut “close recycling process”

Beberapa penelitian terbaru terkait proses recycling menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, seperti penelitian di Finlandia yang mengembangkan teknik daur ulang pakaian berbahan katun-poliester menjadi serat yang memiliki sifat seperti lyocell. Teknik memungkinkan pakaian untuk didaur ulang berkali-kali, dan meminimalisir jutaan ton limbah tekstil berakhir di tempat pembuangan sampah setiap tahun. Herbert Sixta dari Universitas Aalto juga menemukan cairan ionik (garam cair) yang dapat melarutkan selulosa dari pulp kayu, menghasilkan bahan yang dapat dipintal menjadi serat yang bahkan seratnya lebih kuat daripada viscose yang tersedia secara komersial saat ini, dengan karakteristik mirip lyocell atau Tencel. The Green Machine, hasil kerjasama antara antara H&M Foundation dan Hong Kong Research Institute of Textiles and Apparel (HKRITA) juga telah dikembangkan untuk pengolahan garment to garment recycling berbahan dasar poliester kapas dengan asam sitrat. Selain itu dibanyak negara dan peneliti proses recycling ini juga terus dikembangkan agar dapat memenuhi skala keekonomisan. Proses secara umum yang dilakukan adalah limbah pakaian dibersihkan, dipisahkan dengan proses kimia  atau digaruk menjadi serat dan dipintal menjadi benang baru yang kemudian dirajut atau ditenun dan dijahit menjadi mode pakaian terbaru.

Namun demikian, proses pengumpulan dan pemilahan limbah tekstil pasca-konsumen sangat diperlukan untuk mendorong teknologi ini berkembang lebih mudah dan dalam skala yang lebih besar seperti halnya proses recyling pakaian maupun produk dari botol plastik.

Alokasi Anggaran Sustainibility dan Circular Economy di Industri Tekstil dan Produk Tekstil Pada Kementerian Perindustrian

Pada tahun 2021, Kementerian Perindustrian telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 172.000.000, sebagai langkah awal untuk mengimplementasikan pilot project industri circular economy pada industri TPT berupa daur ulang pakaian bekas. Selain itu dalam rangka mendorong berjalannya industri daur ulang existing serta mendorong industri rayon yang sustainable Kementerian Perindustrian melakukan program dan upaya mendorong kemudahan akses terhadap bahan baku industri daur ulang berupa limbah non B2 yaitu botol plastik serta sisa tekstil dan sortiran kain. Upaya promosi juga dilakukan terhadap industri rayon dalam berbagai pameran serta menjadikan salah satu industri rayon sebagai pilot project & lighthouse industri 4.0.

Untuk Tahun Anggaran 2023, Direktorat Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki telah mengusulkan alokasi anggaran sebesar Rp 1.000.000.000,- untuk memulai fisik dari pilot project industri circular economy pada industri TPT berupa daur ulang pakaian bekas yang rencananya dilakukan di Balai Besar Tekstil Bandung, berkolaborasi dengan Industri, Asosiasi, Politeknik STTT serta bekerjasama dengan salah satu Buyer Internasional yang concern terhadap circular economy yaitu H&M dan Uniqlo. Kementerian Perindustrian juga terus melanjutkan program kemudahan akses terhadap bahan baku industri daur ulang serta mengusulkan PT. APR sebagai pilot project & lighthouse industri serta terus melakukan upaya promosi penggunaan bahan baku rayon serta bahan baku daur ulang.

Selain itu Direktorat ITKAK TA 2023 juga mengalokasikan anggaran Rp 2.000.000.000,- untuk melakukan pendampingan dan pelatihan manajer circular Bekerja sama dengan University of Applied Sciences, Saarland (htw_saar), satu orang dari setiap pabrik yang berpartisipasi akan dilatih dalam Manajemen Keberlanjutan dan disertifikasi oleh htw_saar. Dengan cara ini, setiap perusahaan akan memiliki satu manajer keberlanjutan berkualifikasi tinggi yang telah dilatih berdasarkan standar industri dan akademik terbaru.

Back To Top