skip to Main Content

Bisnis Obat Tradisional Kian Berkhasiat

Industri obat tradisional dan kosmetik berbahan alam memiliki potensi yang besar untuk terus dikembangkan. Hal ini mengingat terdapat keanekaragaman hayati yang cukup melimpah di tanah air.

“Lebih dari 30 ribu spesies tanaman obat ada di Indonesia, dari 40 ribu spesies tanaman obat dunia. Jadi, hampir tiga per empat dari spesies ini ada di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam.

Dirjen IKFT menjelaskan, kekayaan sumber daya alam tersebut sangat prospektif untuk dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan yang cukup potensial di pasar lokal maupun global. Saat ini, baru sekitar 10 ribu jenis tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat dari 30 ribu jenis yang ada.

“Dan, baru 1000 jenis tanaman yang digunakan sebagai ramuan kesehatan. Jadi, belum begitu banyak yang diturunkan dari generasi ke generasi dan zat aktif yang terkandung di dalamnya sebagian besar belum terstandar kan. Ini semua adalah peluang,” paparnya.

Khayam mengungkapkan, bisnis jamu memiliki cakupan yang besar. Sebagian bisa didorong untuk jamu, herbal terstandar atau fitofarmaka. Namun hal ini juga menjadi salah satu tantangan dalam upaya mengembangkan produk-produk obat modern berbahan baku alami yang berasal dari kekayaan hayati Indonesia.

“Proses pengembangan senyawa aktif yang terstandar pada tanaman membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu, kegiatan riset dan proses inovasi bahan baku alam membutuhkan dukungan dan kerja sama dari semua pemangku kepentingan. Baik dari sisi regulasi dan pembiayaan,” tuturnya.

Lebih lanjut, pasar obat tradisional dan kosmetik Indonesia merupakan salah satu pasar yang cukup besar dan menjanjikan bagi produsen. Apalagi dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk. Seiring dengan perkembangan zaman, adanya tren masyarakat dunia untuk kembali ke alam juga membuka pelung bagi produk obat tradisional dan kosmetik yang berbahan baku alami.

“Peluang ini harus ditangkap dan dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku industri obat tradisional dan kosmetik yang berbahan baku alami,” ujar Khayam. Kegiatan riset pasar dan branding produk, juga harus dilakukan oleh pelaku industri.

“Tidak hanya industri besar, tapi juga pelaku IKM harus membuat produk yang menarik sehingga dapat merebut pasar yang ada dan tidak kalah bersaing dengan produk-produk impor,” imbuhnya. Selain itu, perkembangan teknologi pun perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi yang dapat mendongkrak daya saing industri obat dan kosmetik nasional.

Khusus untuk pengusaha dan investor di bidang jamu, suplemen kesehatan, spa, dan aromaterapi, rempah, dan ekstrak bahan herbal atau jamu, menurut Khayam, pemerintah akan tetap mendukung dengan kebijakan dalam hal teknologi industri dengan bantuan dari Kementerian Perindustrian.

“Dukungan pemerintah kepada pengusaha tetap akan dilakukan dalam menggalakkan dan memajukan perekonomian Indonesia di bidang tersebut dan terutama untuk menunjang ekspor,” terangnya.

Dirjen IKFT berharap, pada masa pandemi dimana saat ini, hampir semua sektor mengalami penurunan, namun sektor industri farmasi, obat kimia, dan obat tradisional serta industri bahan kimia dan barang kimia malah menunjukkan kinerja yang gemilang dengan tetap tumbuh sebesar 14,96 persen.

“Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri ini tidak terpengaruh selama Covid-19. Terutama yang bergerak di sektor kesehatan, di mana mendapatkan permintaan yang cukup tinggi dari masyarakat,” ungkapnya.

Khayam menyebutkan, ada peningkatan permintaan terhadap obat-obatan, vitamin, dan suplemen selama masa pandemi. Dalam masa kritis, barang-barang yang berkaitan dengan kesehatan menjadi salah satu barang-barang yang diprioritaskan oleh masyarakat.

“Saya senang mendengar bahwa produk jamu modern, suplemen kesehatan, aromaterapi, dan rempah-rempah tidak banyak terkena dampak pandemi ini. Karena hampir semua bahan bakunya berasal dari Indonesia dan tidak tergantung impor bahan baku. Sehingga produk-produk tersebut bisa bertahan dan berkembang sebab dibutuhkan masyarakat terutama di masa pandemi,” tegasnya.

Pengembangan OMAI

Kemenperin tengah mendorong pengembangan obat tradisional menjadi obat modern asli Indonesia (OMAI) berupa Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka. Langkah tersebut sebagai upaya mengembangkan industri farmasi di tanah air agar bisa mewujudkan sektor yang mandiri dan berdaya saing. Diharapkan, OHT sudah dapat diproduksi pada tahun 2024, dan pada tahun 2026 fasilitasnya sudah dapat menghasilkan fitofarmaka.

Kehadiran OMAI dapat memberikan banyak manfaat, yakni efek sampingnya lebih kecil dibanding obat kimia, bahannya relatif mudah ditemukan di negeri sendiri, serta dapat menjadikan Indonesia lebih mandiri dalam memproduksi obat. Sayangnya, OMAI belum dapat dijadikan obat rujukan di JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) karena belum tertuang di Permenkes No 54 Tahun 2018. Selama ini, OMAI hanya dijadikan pelengkap obat kimia.

Padahal, pemanfaatan OMAI sejalan dengan Instruksi Presiden No.6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Obat dan Alat Kesehatan. Salah satu misi dari Inpres tersebut adalah mempercepat kemandirian dan pengembangan produksi bahan baku obat, obat, dan alat kesehatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan ekspor serta memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/utilisasi kapasitas industri. Permenkes 54/2018 menyebabkan OMAI tidak bisa diusulkan masuk Formularium Nasional. OMAI yang terbuat dari bahan alam masuk dalam kategori obat tradisional menurut UU Kesehatan No 36 Tahun 2009. Sedangkan dalam Permenkes 54/2018, obat tradisional dan suplemen kesehatan tidak bisa diusulkan masuk Formularium Nasional.

Back To Top