Pemerintah Dongkrak Produktivitas Industri Tekstil dan Pakaian

Pemerintah
sedang melakukan identifikasi terhadap industri tekstil dan produk
tekstil (TPT) yang akan meningkatkan kapasitas produksinya baik untuk
memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri sebagai substitusi impor maupun
keperluan mengisi kancah ekspor. Kepada perusahaan-perusahaan tersebut,
pemerintah siap memberikan beberapa kemudahan fasilitas.
“Fasilitas
itu antara lain, kemudahan untuk impor mesin mesin dan barang modal
yang lebih cepat, kemudian jaminan akses terhadap ketersediaan bahan
baku,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada kunjungan
kerjanya di PT. Sukorejo Indah Textile (Sukorintex), Batang, Jawa Tengah, Senin (11/2).
Menperin
menambahkan, seiring menggenjot produktivitas industri TPT, Kementerian
Perindustrian juga melakukan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
(SDM) melalui program pendidikan vokasi yang link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri.
“Upaya strategis itu
sebagai salah satu wujud nyata dari komitmen pemerintah dalam membangun
SDM yang kompeten, sesuai kebutuhan dunia industrinya saat ini dan
sejalan dengan implementasi Making Indonesia 4.0,” paparnya.
Bahkan, Kemenperin telah mengusulkan mengenai penerapan skema insentif fiskal berupa super deductible tax
atau pengurangan pajak di atas 100 persen. Fasilitas ini akan diberikan
kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi serta
melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) untuk
menghasilkan inovasi.
“Skema
yang diusulkan adalah pengurangan pajak bagi industri yang terlibat
dalam pelatihan dan pendidikan vokasi sebesar 200 persen. Sedangkan,
bagi industri yang melakukan kegiatan litbang atau inovasi sebesar 300
persen,” ungkap Airlangga
Dengan
langkah-langkah tersebut, diharapkan terjadi peningkatan kapasitas dan
daya saing industri secara nasional, termasuk perusahaan-perusahaan TPT.
“Kami optimis akan terjadi peningkatan ekspor TPT sampai dengan USD15 miliar pada tahun 2019,” tandasnya.
Kemenperin mencatat, ekspor TPT nasional pada tahun 2018 diproyeksi mencapai USD13,28 miliar, naik 5,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Industri TPT nasional mampu memberikan share ekspor dunia sebesar 1,6 persen.
Bahkan, industri TPT menunjukkan kinerja gemilang sepanjang tahun 2018, dengan pertumbuhan sebesar 8,73 persen. Angka ini melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5,17 persen.
“Hingga
saat ini, industri TPT di dalam negeri telah menyerap tenaga
kerja sebanyak 3,58 juta orang atau 21,2 persen dari total tenaga kerja
di sektor industri manufaktur. Ini menunjukkan industri TPT merupakan sektor padat karya,” imbuhnya.
Pada kesempatan ini, Menperin memberikan apresiasi kepada PT. Sukorintex atas upayanya untuk terus mengembangkan industri TPT di dalam negeri serta menjaga brand image untuk produknya. “Kami berharap agar perusahaan dapat melakukan investasi tambahan dan menciptakan inovasi dalam meningkatkan kualitas produk yang dapat menjadi andalan nasional,” tegasnya.
PT. Sukorintex adalah perusahaan tekstil yang fokus dalam memproduksi sarung tenun dengan brand image yang kuat yaitu “Wadimor”. PT. Sukorintex mampu memproduksi sarung tenun sebanyak 25,2 juta lembar per tahun. Saat ini, pabrik telah menyerap tenaga kerja lebih dari 3.000 orang, yang 85 persen berasal dari masyarakat sekitar perusahaan di Kabupaten Batang.
Direktur Sukorintex Taher Ba’agil mengatakan, perusahaan
mencatatkan pertumbuhan penjualan mencapai 30 persen sepanjang 2018 dan
diperkirakan meningkat pada tahun ini seiring dengan pengembangan
inovasi produk.
“Melalui warna yang beragam dan corak baru, memengaruhi permintaan produk Wadimor yang cukup signifikan,” ujarnya.
Saat ini, hampir 75 persen produk Wadimor diserap di dalam negeri
sedangkan sisanya diekspor, antara lain ke Malaysia, Dubai, Yaman,
Afghanistan. dan Myanmar.
PT.
Sukorintex berkomitmen kuat melalui visinya untuk menjadikan Wadimor
sebagai sarung nomor satu di Indonesia. Filosofi perusahaan untuk terus
melakukan inovasi dan desain yang beraneka ragam sejalan dengan peta jalan pengembangan produk TPT di era industri 4.0.
Lima besar dunia
Berdasarkan Making Indonesia 4.0, industri TPT merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang tengah diprioritaskan pengembangannya sebagai pionir dalam peta jalan penerapan revolusi industri keempat. Aspirasi besar yang akan diwujudkan adalah menjadikan produsen tekstil dan pakaian jadi nasional masuk jajaran lima besar dunia pada tahun 2030.
“Industri TPT menjadi salah satu sektor andalan kita dalam penerapan industri 4.0, dan sektor ini yang kinerjanya naik terus terutama melalui capaian ekspornya. Khusus industri sarung, pemerintah telah memberikan dukungan penuh terhadap produsen dalam negeri,” tuturnya.
Dalam hal ini, Kemenperin akan mengembangkan potensi sarung sebagai gaya hidup baru bagi masyarakat Indonesia. “Pada Maret
2019, akan diselenggarakan festival sarung. Apalagi, kita punya
keunggulan motif yang beragam dari berbagai daerah di Indonesia,”
ujarnya.
Menperin
meyakini, industri TPT dalam negeri mampu kompetitif di kancah global
karena telah memiliki daya saing tinggi. Hal ini didorong lantaran struktur industrinya sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya juga dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional.
“Oleh
karena itu, pemerintah terus memacu kinerja industri TPT. Apalagi
sektor ini tergolong padat karya dan berorientasi ekspor sehingga
memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian kita,” ujarnya.
Beberapa langkah strategis telah disiapkan agar industri TPT nasional
bisa memasuki era digital.
Misalnya, selama tiga hingga lima tahun ke depan, Kemenperin
fokus mendongkrak kemampuan di sektor hulu untuk meningkatkan produksi
serat sintetis. Upaya yang dilakukan, antara lain menjalin kerja sama
atau menarik investasi perusahaan penghasil serat berkualitas. “Ini juga
bertujuan guna menguragi impor,” ujarnya.
Kemudian, mendorong pemanfaatan teknologi digital seperti 3D printing, automation, dan internet of things. Transformasi ini diyakini dapat mengoptimalkan efisiensi dan produktivitas. “Jadi, kami akan membangun klaster industri tekstil terintegrasi dengan terkoneksi teknologi industri 4.0,” imbuhnya.
Lebih lanjut, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pergeseran permintaan dari pakaian dasar (basic clothing)
menjadi pakaian fungsional seperti baju olahraga, industri TPT nasional
pun perlu membangun kemampuan produksi dan meningkatkan skala ekonomi
agar dapat memenuhi permintaan pakaian fungsional di pasar domestik
maupun ekspor.
Saat ini, pemerintah juga
berupaya membuat perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif dengan
Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk memperluas pasar ekspor TPT lokal.Sebab, produk TPT negara tetangga seperti Vietnam bisa masuk ke pasar Amerika dan Uni Eropa dengan tarif bea masuk nol persen, sedangkan bea masuk ekspor produk tekstil Indonesia masih dikenakan 5-20 persen. “Untuk itu, perlu adanya bilateral agreement tersebut,” tandasnya.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.