Tumbuh Positif, Ekspor Industri TPT Naik Jadi USD 7 Miliar Semester I/2017

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional terus menunjukkan kinerja yang positif baik di pasar domestik maupun ekspor. Pada semester I tahun 2017, laju pertumbuhan dari sektor padat karya berorientasi ekspor ini mengalami peningkatan sebesar 1,92 persen (YoY) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya minus 0,13 persen.
“Selain itu, ekspor TPT juga mengalami kenaikan 2,71 persen sehingga menjadi USD 7,12 miliar sampai dengan Juli 2017,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika melakukan kunjungan kerja di PT Delami Garment Industries, Bandung, Jawa Barat, Selasa (26/9).
Kementerian Perindustrian memproyeksikan, sampai akhir tahun 2017 ekspor TPT akan mencapai USD12,09 miliar dan pada tahun 2019 ditargetkan sebesar USD 15 miliar. “Peningkatan ekspor dan pasar domestik yang mulai menggeliat ini, ditandai dengan naiknya utilisasi produksi dari industri dalam negeri,” ujar Airlangga.
Di samping itu, guna meningkatkan daya saing dan produktivitas di sektor strategis ini, pemerintah tengah berupaya untuk mempermudah akses logistik dan menguatkan branding lokal. “Saat ini, industri TPT kita sudah terintegrasi, 90 persen sudah diproduksi di dalam negeri. Untuk itu, peningkatan nilai tambah di Indonesia juga penting untuk memenuhi pasar domestik, selain ekspor,” tuturnya.
Dalam upaya melindungi merek nasional, Pemerintah Indonesia menggandeng Organisasi Hak Kekayaan atas Intelektual Dunia (World Intellectual Property Organizational/WIPO). Dalam hal ini, pemerintah akan segera mengesahkan keikutsertaan Indonesia dalam Protokol Madrid, yakni protokol tentang sistem pendaftaran hak intelektual internasional.
Menperin juga menilai, industri TPT memiliki potensi yang besar untuk tumbuh dan berkembang pada masa depan. Oleh karena itu, berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) pada 2015-2035, sektor ini diprioritaskan dalam pengembangannya agar mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Saat ini, industri TPT yang beroperasi di Indonesia telah terintegrasi dengan klasifikasi dalam tiga area. Pertama, sektor hulu yang didominasi menghasilkan produk fiber. Kedua, sektor antara, perusahaan-perusahaan yang proses produksinya meliputi spinning, knitting, weaving, dyeing, printing dan finishing. Ketiga, sektor hilir berupa pabrik garmen dan produk tekstil lainnya.
Berdasarkan data United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-9 di dunia untuk Manufacturing Value Added. Posisi ini sejajar dengan Brazil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara ASEAN lainnya. Oleh karenanya, Kemenperin terus memacu hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.
Inovasi produk
Menurut Menperin, industri TPT nasional perlu melakukan inovasi produk seiring kemajuan teknologi manufaktur saat ini. “Sekarang tidak lagi hanya memenuhi kebutuhan sandang dan fashion, namun sudah masuk untuk kepentingan tekstil teknis seperti geotextile, medical textile, industri otomotif, dan non woven,” sebutnya.
Oleh karena itu, Airlangga berharap kepada PT Delami Garment Industries dan industri TPT lokal lainnya agar dapat melakukan diversifikasi produk dengan terus mengikuti perkembangan trenglobal. Hal ini penting mengingat permintaan kedepan mengarah kepada produk yang berkualitas tinggi dan lebih spesifik.
“Dengan upaya pengembangan tersebut, menjadi dapat dua keuntungan sekaligus yaitu penghematan devisa dan mengurangi ketergantungan impor,” tuturnya. Oleh karena itu, pelaku industri dalam negeri harus terus mengembangkan usahanya dan senantiasa survive dalam menghadapi persaingan global.
Menperin menyampaikan, pihaknya mengapresiasi komitmen perusahaan yang memasarkan sebagian besar hasil produksinya untuk kepentingan dalam negeri serta menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. “Melalui upaya branding yang dilakukan, perusahaan dapat lepas dari stigma negatif industri pakaian jadi di Indonesia yang hanya menjadi ‘tukang jahit’ serta lebih mandiri dalam melakukan sourcing bahan baku maupun aksesorisnya,” papar Airlangga.
Dalam hal ini, Kemenperinbersama pemangku kepentingan terkait bertekad untuk terus meningkatkan kinerja industri TPT nasional. “Salah satunya, kami mendorong peningkatan kinerja industri hulu tekstil dalam negeri sebagai penyuplai bahan baku serat, kain maupun benang karena peningkatan penggunaan bahan baku dari industri yang memiliki kebebasan dalam menentukan sumber bahan bakunya,” ungkap Menperin.
General Manager PT Delami Garment IndustriesFenty Tiono mengungkapkan, perusahaan berdiri sejak tahun 1979 dengan mulai memiliki 15 mesin jahit dan 30 operator untuk memproduksi celana panjang merek WOODS. Pada Tahun 1987, ekspor pertama kali ke Amerika Serikat dan Jepang.
“Tahun 1990, makin besar ekspornya dengan merek Eddie Bauer, Nike, M&S, dan The Northface. Merek domestik pertama, yaitu The Executive , dan saat ini brand-brand kami melayani berbagai segmen,” paparnya. Pada tahun 2005, perusahaan meluncurkan merek DELAMIBRANDS sebagai konsep baru industri garmen retail. “Sekarang pabrik berdiri di atas lahan seluas lima hektare dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 2.800 orang,” ungkapnya.
PT Delami Garment Industries merupakan perusahaan garmen yang secara mandiri memproduksi dan melakukan branding terhadap merk produk pakaian jadi yang mereka miliki, yaituThe Executive, Wood, Jockey, Et Cetera, Wrangler, Colorbox, Tirajeans dan Lee.
sumber : http://kemenperin.go.id/artikel/18194/Tumbuh-Positif,-Ekspor-Industri-TPT-Naik-Jadi-USD-7-Miliar-Semester-I2017